Page 24 - ikat ilmu dengan menulisnya
P. 24
24
3. Bahan Pengajian
Ayah dan ibu saya guru ngaji. Keduanya dulu
sama-sama menuntut ilmu di Mesir, menikah disana
tahun 1968 dan saya pun numpang lahir disana
tahun 1969.
Pulang ke tanah air, ayah dan ibu saya masing-
masing punya jamaah pengajian di berbagai tempat.
Tapi uniknya, alih-alih mengajar pakai kitab kuning
atau kitab arab gundul, mereka berdua lebih memilih
membuatkan lembar foto kopi yang dibagikan
kepada jamaah.
Sumbernya tetap dari kitab kuning, tapi disalin
pakai tangan di kertas HVS lalu diberi makna dengan
arab melayu (pegon). Jadi setiap ngisi pengajian,
biasanya mampir dulu di tempat foto kopi untuk
bahan pengajian.
Ayah saya masih setia dengan tulisan tangan.
Maka beliau selalu buka kitab, menyalin teks di kertas
HVS dengan tulisan tangan beliau dan memberi
makna kata per kata. Itu yang beliau lakukan tiap
hari. Saya menonton pemandangan itu di kamar
kerja beliau. Ada ratusan naskah bertumpuk kalau
mau dikumpulkan. Sayangnya Beliau justru tidak
pernah berupaya membukukannya. Naskah-naskah
asli itu menumpuk namun tidak dijilid jadi satu
bundel.