Page 46 - ikat ilmu dengan menulisnya
P. 46
46
Maka demikianlah yang terjadi, kita punya
banyak ahli ilmu, namun ilmunya tidak bisa diakses
oleh masyarakat, karena memang sengaja tidak
mempublish ilmunya. Bagaimana mau mempublish,
menulis pun tidak?
Padahal sebenarnya semua alasan di atas bagi
saya hanya apologia yang dibuat-buat. Saya punya
hujjah yang tak terbantahkan, kalau memang mau
tahu dan penasaran.
Rata-rata para pembelajar ilmu agama
mendapatkan ilmunya di kampus-kampus yang
terkenal, seperti Al-Azhar, Mesir, Saudi, Suriah,
Sudan, Maroko, Jordan, Yaman dan negara lslam
lainnya.
Namanya orang kuliah, pastinya tiap tahun -
bahkan tiap semester- ada ujian tertulis. Semua ilmu
yang telah dipelajari tiap hari, pada saat itu diujikan
dalam bentuk tulisan.
Kuliah S1 empat tahun kalau sampai lulus, berarti
sudah pernah menulis sekian banyak cabang ilmu
agama. Kalau semua kertas jawaban soal itu
dikumpulkan, bukankah itu jadi bukti bahwa dia bisa
menulis. Setidaknya pernah menuliskan ilmu yang
pernah dipelajarinya. Itu fakta, tidak usah ditutup-
tutupi.
Tidak ada alasan untuk mengaku-ngaku tidak bisa
menulis. Kalau memang benar tidak bisa menulis,
maka tahun pertama kuliah pasti drop-out (DO).
Sebab dia tidak pernah ikut ujian tertulis yang
diselenggarakan kampusnya.
Padahal kenyataannya lulus tuh, sampai punya