Page 67 - MEDIA INFORMASI DIGITAL_Neat
P. 67
Motif songket Palembang berkembang dari pengaruh budaya lokal
dan kontak dagang internasional sejak masa Sriwijaya. Jauh
sebelum pengaruh India masuk, masyarakat Nusantara telah
mengenal pola geometris yang menghiasi artefak perundagian
seperti tembikar dan perunggu. Pada masa Hindu-Buddha, motif
flora dan bentuk bulat terlihat pada arca dan relief candi seperti
Candi Mendut dan arca Prajnaparamita dari Candi Gumpung. Ini
menandai akulturasi artistik Asia, termasuk pengaruh Tiongkok.
Saat Sriwijaya menjadikan Palembang sebagai pusat dagang
maritim, terjadi pertukaran budaya intensif dengan Tiongkok, India,
Arab, dan Asia Tenggara. Hasilnya, muncul motif-motif yang
menggabungkan estetika lokal dan asing. Warna merah dan emas
menjadi dominan sebagai pengaruh Tiongkok. Bentuk flora, fauna,
serta pola simetris mencerminkan perpaduan nilai adat dan visual
lintas budaya (Purwanti & Siregar, 2016).
Kain songket merupakan identitas budaya Melayu yang tersebar
dari Sumatera hingga Kalimantan dan Lombok (Yohannes et al.,
2020). Songket Palembang menonjol karena teknik menyungkitnya
yang halus, motif kompleks, dan nilai sejarah tinggi. Pembagian
wilayah Palembang Iliran (kota) dan Uluan (pedesaan) dihubungkan
oleh Sungai Musi sebagai jalur budaya dan ekonomi (Rizky &
Wibisono, 2012).
Jejawi (OKI) menjadi sentra produksi songket di Uluan. Meski
banyak dijual di Palembang, songket Palembang kerap diproduksi
di Jejawi. Relasi budaya ini memperlihatkan Iliran sebagai
konsumen gaya dan Uluan sebagai produsen motif. Motif seperti
Perahu Kajang khas Jejawi menunjukkan identitas lokal yang juga
dipengaruhi oleh motif Palembang seperti bunga cantik manis dan
pucuk rebung (Viatra, 2014).
67

