Page 6 - Buku 9
P. 6
Desa juga memperoleh mandat mendata jumlah penduduk,
mendirikan sekolah rakyat, menjaga keamanan wilayah,
bahkan membantu perjuangan revolusi fisik yang dipimpin
oleh Sri Sultan HB IX dan Jenderal Soedirman.
Penggabungan desa, redistribusi aset dan mandat
merupakan tiga isu penting yang pernah ditorehkan oleh
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk memuliakan dan
memperkuat desa. Dalam teori dan praktik, penggabungan
(amalgamasi) desa ini merupakan pasyarat penting bagi
otonomi desa, sebab penggabungan akan memperbesar
skala ekonomi dan skala otonomi. Sejumlah tokoh seperti
Soetardjo Kartohadikoesoemo, maupun para pakar seperti
Prof. Nasikun dan Prof. Wasistiono selalu merekomendasikan
penggabungan desa, sebagaimana pernah terjadi di
DIY. Di Jepang maupun China, penggabungan sejumlah
desa menjadi satu desa dilakukan secara paksa untuk
memperbesar skala ekonomi dan skala otonomi. Desa Huaxi
di China (sebuah desa kara raya yang mengklaim sebagai
desa terbaik di kolong bumi) – yang pernah dikunjungi oleh
Pansus RUU Desa – juga merupakan hasil penggabungan
sejumlah desa, yang semula hanya 3 Km persegi menjadi 32
Km persegi (seluas wilayah Kota Yogyakarta).
Namun kisah sukses DIY tidak terjadi secara nasional. Cita
rasa desa DIY itu sangat mempengaruhi substansi UU No.
22/1948 dan UU No. 19/1965, terutama untuk membangun
desa menjadi daerah otonom tingkat III. Kedua UU itu
sama sekali tidak berjalan karena situasi politik yang tidak
kondusif. Selo Soemardjan begitu risau dan kritis terhadap
IDE, MISI DAN SEMANGAT UU DESA 5