Page 175 - Alohomora - Smandel XII IPS 1
P. 175
suara hujan yang sangat menengkan, suara hujan yang menyatu dengan cakap
orang-orang yang suatu saat akan sangat dirindukan. Entah mengapa hari itu
rasanya sangat membekas, padahal tak ada satupun kejadian istimewa hari itu.
Mungkin karena pertanyaan Morena yang membuatku sadar bahwa sebentar
lagi aku akan lulus bersama orang-orang ini, sebab aku benar-benar tidak
menyadari bahwa waktu kita tinggal sebentar lagi, bisa jadi karena memori
otakku masih sama belum siapnya untuk mengahadapi hal itu, jadinya aku
malah dibuat untuk tidak mengingatnya. Sayangnya Morena sial itu
membuatku sadar kembali. Tapi taka pa, aku jadi bisa memanfaatkan waktuku
sejak saat itu, dan menceritakan setiap kejadian yang akan aku tulis di bab
novel kelas kami ini hehehe.
Apakah kalian merasa kesal jika aku mengatakan bahwa ternyata 13
bulan itu sangat cepat?Ya, aku kini sudah duduk di kelas 12 IPS 1. Benar
nyatanya bahwa waktu tak akan peduli siap tidaknya aku untuk menghadapi
sebuah keadaan dimana aku sangat takut itu terjadi. Semenjak kelas 12, aku
sangat berusaha untuk tetap menyadarkan diriku akan kejadian-kejadian pra
lulus yang ada setiap harinya, tak peduli aneh atau tidak, penting atau tidak
kejadiannya, aku akan terus menikmati hal itu, selalu. Mencoba untuk akrab
dengan beberapa temanku yang bahkan tak pernah sama sekali ku ajak ngobrol
adalah rutinitas kesukaanku akhirakhir ini. Menyadari bahwa tidak terlalu
buruk jika membangun relasi dengan orang-orang pendiam itu, mereka
menyenangkan dan membuatku selalu nyaman saat bercerita dengan mereka,
hanya saja mereka terlalu malu untuk berbicara.
“emm Win, aku pinjem pulpennya ya?” Tanya Nara, seorang anak
pemalu yang sekarang sudah mulai berani berbicara denganku. “gapapa pake
aja Nar” ujarku sembari memberinya senyum agar membuatnya nyaman lalu
mendekat dan duduk disampingnya. “kamu nanti mau kuliah dimana Nar?”
tanyaku tiba-tiba. “Aku ga kuliah Win kayaknya, aku mau temenin ibu saja
sekalian nyari kerja biar bisa dapat uang” jawabnya.“Kenapa ga ngambil
kedinasan?” tanyaku lagi.“Jauh, harus naik pesawat, ibuku ga mampu dan dia
sendirian juga disini, abangku sudah kerja dan menikah ga tinggal lagi sama
kita, ayah udah meninggal lama” jelasnya.Aku sedikit kaget mendengarnya,
ternyata jiwa setenang Nara menyimpan banyak cerita selama 3 tahun yang
baru aku ketahui sebab baru akrab dengannya. “ehh maaf ya Nar, kamu jadi
harus bahas ini” ungkapku dengan sedikit nada rendah. “Gapapa Win, aku
senang bisa bagi ini sama kamu, makasih ya”.Belum sempat aku menjawab
ungkapan terima kasih Nara, Rinal datang sembari bertanya pertanyaan yang
selalu ia tanyakan setiap hari disekolah.
“Pulang bareng ya?” tanyanya.“Yaiyalah” jawabku dengan sedikit nada
mengesalkan. Sudah di part dimana aku akan menceritakan soal Rinal. Anak
laki-laki itu satu kelasku dan merupakan ketua MPK disekolah mungil
163