Page 118 - MODUL 12 MIPA
P. 118
Pemungutan suara dilaksanakan pada 3 Juli 1971. Pada pemilu ini, partai-partai politik
mendapat 124 kursi di DPR dan Golongan Karya mendapat 261 kursi. Sementara itu, ABRI
mendapat 75 kursi. Pada pemilihan umum selanjutnya, hanya terdapat dua partai politik dan satu
golongan karya. Hal ini merupakan hasil dari penyederhanaan partai politik yang telah digagas
sejak pertemuan antara predisen dengan partai politik pada 27 Februari 1970. Gagasan
penyederhanaan ditindaklanjuti dengan terbentuknya kelompok nasionalis pada 4 Maret
1970 dan kelompok spirituil pada 14 Maret 1970. Kelompok Nasionalis terdiri atas PNI, IPKI,
Murba, Parkindo, dan Partai Katolik. Kelompok ini kemudian dinamakan kelompok demokrasi
pembangunan. Sementara itu kelompok spirituil terdiri atas NU, Parmusi, PSII, dan Perti yang
menamakan diri kelompok persatuan.
d. Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru
Pemilihan Umum 1997 menetapkan Golkar sebagai pemenang dengan suara mayoritas.
Hal ini mendorong dicalonkannya kembali Soeharto yang telah berusia 76 tahun menjadi
presiden. Pada 11 Maret 1998 secara aklamasi Soeharto kembali terpilih didampingi oleh B.J.
Habibie. Tak lama berselang pada 14 Maret 1998, dibentuklah kabinet yang di dalamnya terdapat
beberapa kerabat dekat Soeharto. Terpilihnya kembali Soeharto sebagai presiden ditambah
dengan kondisi ekonomi yang kian parah telah mendorong munculnya kekuatan oposisi yang
telah sekian lama dibatasi gerakannya. (Ricklefs, 2008).
Pada tahun 1990-an berbagai kelompok oposisi mulai bermunculan. Abdurrahman
Wahid, pemimpin Nahdlatul Ulama tampil sebagai sosok yang memperjuangkan nilai-nilai
kejujuran, keadilan, serta pluralisme. Hal yang tidak kalah menarik adalah perpecahan dalam
tubuh PDI yang akhirnya mencuatkan nama Megawati Soekarnoputri yang kelak menjadi
presiden RI. Akibat perpecahan
dalam PDI pada pemilihan 1997, suara PDI anjlok. Selain itu kelompok-kelompok intelektual
dan aktivis mulai bergeliat. Salah satunya adalah Amien Rais yang berinisiatif untuk
mengoordinasi beberapa demonstrasi antipemerintah pada Mei 1998.
Merespon masalah ini, berbagai demonstrasi digelar sejak awal 1998. Aksi yang dilakukan oleh
mahasiswa menuntut agar segera dilakukan reformasi politik. Akan tetapi, karena merasa tidak
mendapat tanggapan, aksi demonstrasi meluas ke luar kampus. Puncaknya terjadi pada bulan Mei
1998 setelah pemerintah menaikkan harga BBM dan tarif dasar listrik.
Pada mulanya mahasiswa merencanakan momentum hari kebangkitan nasional pada 20
Mei 1998 sebagai hari reformasi nasional. Akan tetapi, bentrokan antara aparat keamanan
dengan mahasiswa terjadi lebih cepat. Pada tanggal 12 Mei 1998, dalam aksi unjuk rasa
mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta, telah terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang
menyebabkan empat orang mahasiswa (Elang Mulia Lesmana, Hery Hartanto, Hafidhin A.
Royan, dan Hendriawan Sie) tertembak hingga tewas dan puluhan mahasiswa lainnya mengalami
luka-luka. Kematian empat mahasiswa tersebut mengobarkan semangat para mahasiswa dan
kalangan kampus untuk menggelar demonstrasi secara besar besaran. Demonstrasi tersebut
menuntut dilaksanakannya agenda reformasi sebagai berikut.
1) Adili Soeharto dan kroni-kroninya,
2) Laksanakan amandemen UUD 1945,
3) Hapuskan Dwi Fungsi ABRI,
Modul Sejarah Indonesia 12 | 108