Page 115 - MODUL 12 MIPA
P. 115

INDONESIA PADA MASA ORDE BARU


            1.  Kondisi Politik dan Pemerintahan Orde Baru

            a.   Lahirnya Orde Baru
                    Salah  satu  fase  penting  dalam  sejarah  Indonesia  adalah  masa  peralihan  dari
            pemerintahan Sukarno ke Soeharto. Tahapan ini dimulai
            setelah meletusnya peristiwa penculikan para pemimpin Angkatan Darat (AD) pada 1 Oktober
            1965. Penculikan tersebut mengakibatkan pucuk pimpinan AD menjadi kosong. Melihat masalah
            tersebut,  Soeharto  sebagai  salah  satu  pimpinan  AD  berinisiatif  untuk  melakukan  koordinasi
            dengan jajaran pimpinan yang masih ada serta segera menyusun strategi untuk mengambil alih
            keadaan dan mengamankan situasi. Dari sini kemudian ia diberikan wewenang oleh Sukarno pada
            3  Oktober  1965  sebagai  pelaksana  pemulihan  keamanan  dan  ketertiban.  Gerak  cepat  yang
            dikomandoi  oleh  Soeharto  ini  kemudian  membawanya  masuk  ke  dalam  jajaran  eksekutif
            pemerintahan sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat sekaligus panglima Operasi Pemulihan
            Kemananan  dan  Ketertiban.  Sebagai  pengganti Ahmad  Yani,  Soeharto  kemudian  mengambil
            tindakan dengan membekukan PKI dan organisasi yang berada dalam naungannya.
                    Akibat peristiwa 1 Oktober 1965 itu, terjadi berbagai goncangan dalam berbagai aspek
            kehidupan  di  Indonesia.  Hal  ini  kemudian menyulut  gerakan  massa  yang  dimotori  oleh  para
            mahasiswa yang terbabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada 25 Oktober
            1966.  Setelah  itu,  banyak  bermunculan  kesatuan  aksi  lain  dari  berbagai  lapis  kelompok
            masyarakat. Munculnya kesatuan aksi ini bermuara pada demonstari besar-besaran yang mulai
            dilakukan pada Januari 1966. Di Jakarta demonstrasi secara maraton. Dari sinilah lahir aspirasi
            bertajuk Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) kepada pemerintah yang berisikan (1) bubarkan PKI, (2)
            retool kabinet Dwikora, dan (3) turunkan harga/perbaikan ekonomi (Kartasasmita, dkk., 1995).
                    Tuntutan  dari masyarakat  telah  mendorong  Sukarno  untuk melakukan perubahan
            kabinet. Pada 21 Februari 1966, ia mengumumakan susunan kabinet baru yang terdiri atas 102
            menteri.  Kabinet  ini  disebut  ‘Kabinet  Dwikora  yang  Disempurnakan.’  Akan  tetapi,  para
            mahasiswa  menyebutnya  sebagai  ‘Kabinet  100  Menteri.’  Tak  ayal  lagi,  hal  ini  memicu
            kekecewaan  di  kalangan  mahasiswa.  Akibatnya, setelah  pelantikan  kabinet  pada  24  Februari
            1966,  terjadi  kembali  demonstrasi  dan  aksi  serentak  pengempisan  ban-ban  mobil.    Aksi  ini
            mengakibatkan bentrok yang menewaskan Arif Rahman Hakim. Di tubuhnya bersarang timah
            panas yang dimuntahkan oleh Resimen  Cakrabirawa.  Ini  pulalah  yang  mengakibatkan  pada
            25 Februari 1966 KAMI dibubarkan (Poesponegoro dan Notosusanto, 2010).
            Serangkaian  peristiwa  pada  akhir  tahun  1965  sampai  awal  tahun    1966  bermuara  pada
            dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Supersemar lahir dari kegentingan
            situasi yang telah mencapai klimaks. Isi dalam Supersemar itu adalah memerintahkan kepada
            Soeharto untuk mengamankan Pancasila, mengamankan UUD 1945, menjaga stabilitas nasional,
            dan  menjaga  keamanan  Bung  Karno.  Akan  tetapi  dalam  perkembangannya  terjadi  berbagai
            macam kontroversi tentang naskah asli Supersemar.

                                                            Modul Sejarah Indonesia 12 | 105
   110   111   112   113   114   115   116   117   118   119   120