Page 69 - Adab al-Alim Wa al-Muta'allim
P. 69
68 Adab al-Alim Wa al-Muta'allim
berukuran kecil. Jangan menjadikan buku sebagai tempat penyimpanan beraneka ragam kertas
dan benda lainnya. Jangan menjadikannya bantal atau kipas. Jangan mengasih tanda pada buku
dengan menggunakan stik kecil atau benda kering lainnya, tapi gunakanlah secarik kertas.
Jangan melipat tepi atau sudut kertas buku.
Keempat, bila meminjam buku atau membelinya, periksalah dengan teliti bagian depan,
belakang, tengah, susunan bab, dan kertasnya.
Kelima, tatkala menyalin tulisan dari buku-buku yang berisi ilmu-ilmu syariat, hendaknya
dalam keadaan suci, menghadap kiblat, badan dan pakaian bersih, dengan menggunakan tinta
yang suci. Tulislah basmalah pada awal setiap buku yang hendak Anda tulis. Bila buku itu
ingin dibuka dengan prakata penulis yang mencantumkan pujian kepada Allah, shalawat dan
salam kepada Rasulullah, maka prakata tersebut ditulis setelah basmalah. Begitupula, basmalah
hendaknya ditulis di akhir buku dan di akhir setiap jilidnya. Setelah penulisan jilid pertama
atau kedua selesai, hendaknya pula menuliskan kata-kata yang menunjukkan bahwa buku
tersebut belum rampung (masih ada jilid berikutnya). Tapi jika wa Jalla, tabaraka wa ta'ala,
jalla dzikruhu, tabaraka ismuhu, Jallat “adhamatuhu, dan lain sebagainya.
Setiap menuliskan nama Nabi shallallahu “alaihi wasallam, tulis setelahnya secara
bergandengan lafal-lafal shalawat dan salam kepada beliau. Para ulama sejak zaman dahulu
sampai sekarang terbiasa menuliskan lafal shallallahu “alaihi wasallam setelah nama Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Tujuan mereka adalah melaksanakan perintah
Allah dalam firmanNya:
Ingat! Jangan sampai penulisan shallallhu alaihi wasallam disingkat, meski shalawat itu
berulang kali disebutkan, menjadi معلص atau م ص , atau singkatan lainnya yang tidak pantas
disematkan terhadap Rasulullahn, seperti yang dilakukan oleh sebagian orang.
Bila melewati nama sahabat, maka iringi dengan kata-kata radliyallahu'anhu, dan rradiiyallahu
anhuma kalau ada penyebutan nama ayah dari sahabat tersebut. Demikian juga bila melewati
nama ulama salaf. Atau bisa juga diganti dengan kata-kata rahmatullahi “alaihi di belakang
nama ulama tersebut, terlebih lagi jika yang disebut ulama besar. Kata-kata penyerta nama-
nama sahabat dan ulama seperti di atas hendaknya tetap ditulis, meskipun tidak tercantumkan