Page 7 - majalahs
P. 7
orang yang bernasib sama dengannya Dengan model afirmasi seperti ini, maka
bahwa keterbatasan fisik tidak menjadi ABK yang sekarang masih berada di
penghalang bagi setiap individu yang ingin kelas-kelas inklusi, memiliki masa depan
berkarya. Bagi Sri, setiap orang memiliki yang cerah. Dengan keterampilan yang
masa depan dan kesuksesan yang sama, diperoleh dari sekolah inklusi, mereka
tinggal sejauh mana kita mau berusaha juga bisa mendapatkan pekerjaan yang
untuk meraih masa depan itu dengan layak di masa mendatang. Seorang guru
gemilang. di SLB Ponorogo Yamiati menjelaskan,
kemampuan siswa ABK memang sedikit
Badja dan Sri merupakan dua sosok lambat jika dibandingkan anak normal.
difabel yang tidak pernah mengenal Sebagai pengajar, tentu dirinya dituntut
kata menyerah. Keduanya tidak pernah harus lebih sabar dan telaten saat
mengeluh dengan berbagai keterbatasan mengajarkan pelajaran kepada anak-
yang dimiliki. Justru sekuat tenaga anak. “Karena di SLB kami siswa tuna
keduanya ingin menjadi bagian dari grahita, kami harus pelan-pelan sekali
kehidupan yang memberikan manfaat bagi mengajarnya,” jelasnya.
orang lain, bukan sebaliknya. Kenyataan
ini membuktikan bahwa penyandang Yamiati mencontohkan, untuk membuat
difabel memiliki kekuatan yang sama kerajinan tangan bunga dari plastik,
seperti orang lain pada umumnya. Mereka satu anak hanya mampu membuat satu
bisa berkarya, berprestasi, dan tidak kelopak, tapi kadang ada pula satu anak
selalu bergantung diri. mampu membuat satu bunga lengkap
dengan tangkai dan kelopaknya. “Kami
Sayangnya, paradigma yang kerap muncul lebih melihat potensi anak terlebih dahulu,
seringkali mereka dianggap sebagai awalnya memang susah, tapi lama-
kelompok minoritas rentan yang tidak bisa kelamaan anak-anak ini mulai terbiasa
berbuat apa-apa. Akibatnya, keberadaan dan terlatih,” ujarnya.
mereka kerap dipandang membebani
negara dan orang-orang di sekitarnya. Kini, kata Yamiati, karya siswa bisa
Padahal, jika mereka mendapatkan ikut dalam pameran dan dijual kepada
pelatihan keterampilan yang memadai, masyarakat. Untuk satu bunga plastik
mereka juga bisa berkarya. beserta potnya, dijual dengan harga
Rp15.000-50.000 tergantung besaran
Badja sendiri awalnya merupakan sarjana bunga. Untuk tempat tissue dijual
hukum dan bekerja di sebuah lembaga seharga Rp10.000, taplak meja seharga
pemerintahan kota. Namun, karena rasa Rp15.000-20.000 dan celengan Rp5.000-
iba yang besar terhadap masyarakat 15.000. “Dari hasil penjualan tersebut,
miskin, lalu dia memilih menjadi keuntungannya dikembalikan lagi kepada
pengantar mereka untuk mendapatkan pihak sekolah,” cakapnya.
pengobatan yang layak. Dengan fakta ini,
maka hendaknya ruang publik kita sudah Menurut Yamiati, awal mula mengajari
selayaknya memperlakukan kaum difabel para siswanya dalam menekuni bidang
dengan perilaku yang sama dengan orang keterampilan ini tidak mudah. Anak-anak
normal pada umumnya. belajar menyobek kertas dan menusuk-
hari, dengan kelebihan yang dipunya, nusuk kertas dengan menggunakan
mereka bisa bekerja di kantor, mengajar Perlakuan yang sama terhadap difabel jarum. Hal ini untuk melatih kesabaran
peserta didik di ruang kelas, atau bahkan salah satunya dapat diwujudkan dan keberanian sang anak. “Ada juga
menghasilkan berlimpah pendapatan dan dengan mengalokasikan pekerjaan anak yang takut dengan jarum, jadi kami
membuka lapangan pekerjaan. Sepeti bagi mereka. Ruang-ruang perkantoran tidak bisa memaksa, dia diarahkan untuk
yang dialami Badja Kudrata (41 tahun). mewah hendaknya memperkerjakan membuat kerajinan tangan yang tidak
Dengan fisik yang tidak sempurna justru kaum difabel, yang tentu saja sesuai perlu menggunakan jarum,” pungkasnya.
dia memilih mengabdikan dirinya untuk dengan kompetensi yang mereka miliki.
membantu orang miskin untuk berobat, Kemampuan kerja dan berfikir mereka Butuh konsistensi yang tinggi untuk
bahkan menjadi relawan bagi warga memang sedikit lambat, tapi jika mereka mengajarkan ABK supaya mereka
korban bencana. dibiasakan maka lambat laun mereka bisa terampil dan menghasilkan karya
akan bisa bekerja secara kompetitif. nyata. Tanpa ketekunan dari seorang
Sama halnya dengan yang dialami Sri Dengan pendekatan afirmasi seperti ini, guru, mereka tetap akan menjadi beban
Lestari (44 tahun), seorang difabel mereka akan bisa menjalani kehidupan bagi orang-orang di sekelilingnya.
yang berkeliling Indonesia dengan normal, mendapatkan pekerjaan yang Sebab itu, tak bisa dipungkiri guru dan
sepeda motor roda tiga. Apa yang layak, dan memenuhi kebutuhan keluarga keluarga merupakan tinggak utama bagi
dilakukan Sri semata ingin memotivasi mereka. kesuksesan mereka di masa mendatang.
EDISI 4 | 2017 7