Page 249 - RBDCNeat
P. 249
Tanpa diduga Ibu berkata, “Neng, ayeuna mah jalani heula
weh. Ari jalmi na kersa ngantosan Eneng dugika janten sarjana
mah, teu nanaon. Engke lamun jalmi na hoyong dongkap ka
bumi, dongkap weh. Ibu mah teu nanaon.” 79
Aku sempat merasa kaget mendengar pernyataan Ibu dan
bertanya-tanya dalam hati, “Kenapa Ibu malah mendukung?”
Padahal awalnya aku mengira Ibu akan melarangku.
“Ya Allah... Apakah ini yang namanya ujian untuk seorang
remaja putri yang sedang berusaha untuk melaksanakan
syariat Islam dengan tidak mau pacaran?”
Bagi Ibu, mendengar ada pria yang ingin serius menikahi
anaknya ini mungkin suatu kebahagiaan tersendiri. Namun,
bagiku ini adalah ujian.
“Ya Allah, kenapa harus ada ikhwan yang menyatakan siap
untuk menjadi suamiku saat aku belum siap menerimanya dan
untuk membangun rumah tangga?”
Aku merenung dalam tanda tanya yang dalam. Pada saat
yang sama ada temanku yang keadaannya sama denganku
dan sudah siap untuk menikah tapi belum ada ikhwan
yang mencoba mendekatinya, apalagi siap untuk menjadi
pendamping hidupnya. Perasaan takut dan bimbang mulai
muncul dalam hati. Takut tidak bisa menjaga hati dan bingung
harus berbuat apa jika nanti bertemu lagi dengan Kang
Ilham. Sebenarnya hati ini tidak menolak seandainya Kang
Ilham ditakdirkan menjadi pendamping hidupku, tapi tidak
79
Neng, untuk sekarang itu jalani aja. Kalau orangnya mau menunggu Eneng sampai
jadi sarjana, tidak apa-apa. Nanti kalau orangnya ingin datang ke rumah, datang saja.
Buat Mama itu tidak masalah.
Roda Berputar dalam Cahaya | 213