Page 247 - RBDCNeat
P. 247

“Aa, Dini belum berpikir ke arah itu karena masih terlalu
              jauh.”
                  “Pasti Dini nggak mau, ya? Memang Aa tidak pantas buat
              Dini.”
                  “Aa yang shaleh, bukan begitu maksud Dini. Dini hanya
              belum siap untuk memikirkan sampai sejauh itu. Mungkin
              lebih baik kita jalani saja dulu seperti air mengalir. Kalau
              seandainya kita ditakdirkan harus bersatu, nanti Allah akan
              menyatukan kita dalam ikatan pernikahan. Namun, kalau kita
              tidak berjodoh, mudah-mudahan Aa mendapatkan istri yang
              lebih shalehah daripada Dini.”

                  “Bagaimana kalau kita menjalin hubungan dulu, Dini mau
              nggak? Masalah jodoh atau tidak kita serahkan sepenuhnya
              kepada Allah Swt. Aa nggak maksa kok karena cinta tidak bisa
              dipaksakan, ya.”
                  “Bagaimana, ya? Soalnya Dini sudah bertekad pada diri
              sendiri untuk tidak mau pancaran.”
                  “Sebenarnya bukan pacaran, tapi saling mengenal sifat
              kita masing-masing. kalau anggapan Dini itu disebut pacaran,
              ya sudah gak papa.”


                  Dialog melalui sms pun berakhir. Aku tidak habis pikir,
              “Baru bertemu sekali tapi sudah mau menjadi suamiku. Kang

              Ilham bahkan siap menungguku sampai jadi sarjana.” Ada
              sedikit kecewa dalam diri ini kepada Kang Ilham. Dia yang
              awalnya aku anggap sebagai kakak sendiri, tapi setelah
              bertemu muka ternyata “menyimpan rasa” kepadaku.
              Mungkinkah ini yang disebut ujian bagi seorang remaja putri


                                            Roda Berputar dalam Cahaya | 211
   242   243   244   245   246   247   248   249   250   251   252