Page 20 - Monitoring Isu 24-30 Januari 2022
P. 20

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Tauhid


            Ahmad menjelaskan harga gas di pasar domestik masih tergolong mahal dibandingkan

            harga gas di pasar internasional. Kondisi ini membuat harga gas dalam negeri tidak bisa

            berkompetisi, sehingga membuat pemerintah melakukan impor besar-besaran. Oleh

            karena itu, lanjut Tauhid, dalam jangka pendek, pemerintah perlu menurunkan harga

            gas di market domestik. Menurutnya, yang perlu dicermati ialah kenapa justru harga di

            dalam negeri bisa lebih tinggi. Itu jadi bahan pertanyaan karena sepengetahuannya, itu


            dimasukkan cost untuk pembangunan infrastruktur. Menurutnya, seharusnya infrastruktur

            tidak menjadi bagian sehingga harga bisa bersaing. Infrastruktur harusnya bisa didukung

            oleh APBN, tidak dibebankan ke BUMN. Tingginya harga gas di pasar domestik itu

            membuat industri membeli dengan harga yang lebih mahal. Untuk itu, katanya, kebijakan

            harga gas US$6 per mmbtu kepada tujuh industri tertentu perlu dikaji ulang dengan

            melihat optimalisasi penggunaan gas pada ketujuh industri tersebut. Selain menyoal

            harga, ketersediaan pasokan juga menjadi masalah yang perlu diperhatikan. Untuk itu,


            katanya, kebijakan mengenai domestic market obligation (DMO) untuk gas perlu diberikan

            untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Apalagi, penggunaan gas akan semakin

            meningkat di masa yang akan datang. Ia juga menjelaskan, investasi terutama untuk

            energi EBT (Energi Baru Terbarukan) mahal sekali sehingga harga jualnya. Menurutnya

            pemerintah harus memberikan insentif dan kelonggaran untuk biaya masuk impor, alat-

            alat teknologi dan sebagainya untuk pengembangan EBT. Pemerintah, kata dia, perlu

            mengutamakan pengembangan energi ini, termasuk di segi research & development


            (R&D) sehingga mendorong harga yang lebih kompetitif dengan beragam produk olahan

            bahan mentah. Di dalam negeri harus mencoba sedikit demi sedikit diproduksi walau pun

            tidak langsung besar-besaran.








            Ekonom Senior Faisal Basri menilai proyek hilirisasi batu bara di Sumatera Selatan pada

            akhirnya akan membebani APBN. Sebab, untuk mengolah batu bara menjadi DME ongkos

            produksinya cukup mahal. Walaupun dia juga menyadari proyek ini ditujukan pemerintah

            untuk merampungkan masalah impor LPG yang terus membengkak.








            Peneliti sekaligus analis keuangan IEEFA Ghee Peh mengatakan menggantikan LPG

            dengan DME tidak masuk akal secara ekonomi. Lembaga itu memperkirakan proyek

            gasifikasi Bukit Asam dapat menggerus penghematan impor LPG hingga Rp 266,7 miliar

            atau US$ 19 juta.






































































































                    20
   15   16   17   18   19   20   21