Page 90 - Buku SKI XII MA
P. 90

dan  Ibnu  Taimiyah.  Ketika  pulang  kembali  ke  kampungnya  tahun  1888,  ia

                        berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke
                        Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, dia sempat berguru kepada

                        Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada
                        tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.

                              Pada  tahun  1912,  Ahmad  Dahlan  pun  mendirikan  organisasi

                        Muhammadiyah  untuk  melaksanakan  cita-cita  pembaharuan  Islam  di  bumi
                        Nusantara.  Ahmad  Dahlan  ingin  mengadakan  suatu  pembaharuan  dalam  cara

                        berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Dia ingin mengajak umat
                        Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits.

                        Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 November 1912. Dan sejak

                        awal Ahmad Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi
                        politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.

                              Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan
                        kepada  Pemerintah  Hindia  Belanda  untuk  mendapatkan  badan  hukum.

                        Permohonan  itu  baru  dikabulkan  pada  tahun  1914,  dengan  Surat  Ketetapan
                        Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah

                        Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari

                        Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi
                        ini. Maka dari itu kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi

                        di  daerah  lain  seperti  Srandakan,  Wonosari,  Imogiri  dan  lain-Iain  telah  berdiri
                        cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah

                        Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya

                        dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai
                        nama  lain.  Misalnya  Nurul  Islam  di  Pekalongan,  Al-Munir  di  Ujung  Pandang,

                        Ahmadiyah  di  Garut.  Sedangkan  di  Solo  berdiri  perkumpulan  Sidiq  Amanah
                        Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah.

                        Bahkan  dalam  kota  Yogyakarta  sendiri  ia  menganjurkan  adanya  jama'ah  dan

                        perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam.
                              Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan

                        dengan  mengadakan  tabligh  ke  berbagai  kota,  di  samping  juga  melalui  relasi-
                        relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang

                        besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai
                        daerah  lain  berdatangan  kepadanya  untuk  menyatakan  dukungan  terhadap






               78   SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM KELAS XII
   85   86   87   88   89   90   91   92   93   94   95