Page 100 - USHUL FIKIH_INDONESIA_MAPK_KELAS XII_KSKK
P. 100
dimana dua dalil yang bertentangan yang akan di-tarjih salah satunya itu bisa sama-sama
qath’i, atau sama-sama zhanni.
Menurut jumhur ulama Tarjih adalah menguatkan salah satu dalil yang zhanni
dari yang lainnya untuk di amalkan (diterapkan) berdasarkan dalil tersebut. Dari difinisi
diatas dapat dikatakan bahwa tarjih adalah memilih salah satu dari dua dalil untuk
dijadikan dasar pelaksanaan suatu ibadah.
Kata satu di antara dua dalil yang pantas mengandung arti bahwabila dua dalil
tersebut atau satu di antara dua dalil tersebut tidak pantas untukdijadikan dalil, maka
yang demikian tidaklah dinamakan tarjih. Kata di samping keduanya berbenturan
mengandung arti bahwameskipun keduanya adalah dalil yang patut, namun tidak
berbenturan, tidak dinamakan tarjih, karena tarjih itu diperlukan waktu menghadapi dua
dalil yang berbentur an; dan tidak perlu tarjih bila tidak terdapat perbenturan.
Dari semua definisi yang ada dapat difahami, bahwa tarjîḥ adalah memilih salah
satu pendapat atau dalil dari dua atau lebih dengan cara menampakkan kelebihan atau
yang lebih kuat dari yang lainnya untuk selanjutnya diamalkan.
B. Syarat-Syarat Tarjih
Dari definisi di atas dapat diketahui hakikat tarjih dan sekaligus merupakan
persyaratan bagi tarjih, yaitu:
1. Dua dalil tersebut berbenturan dan tidak ada kemungkinan untuk menga malkan
keduanya dengan cara apa pun. Dengan demikian, tidak terdapat tarjih dalam dua
dalil yang qath‘i karena dua dalil qath‘i tidak mungkin sa ling berbenturan;
2. Kedua dalil yang berbenturan itu sama-sama pantas untuk memberi petunjuk kepada
yang dimaksud;
3. Ada petunjuk yang mewajibkan beramal dengan salah satu di antara dua dalil dan
meninggalkan dalil yang satu lagi.
Hukum mengamalkan dalil yang râjih adalah wajib, sedangkan mengamalkan
dalil yang marjûh di samping adanya yang râjih tidak dibenarkan. Dalil yang
menunjukkan wajibnya beramal dengan yang rajih itu adalah apa yang dinukilkan dan
diketahui dari ijmâ’ sahabat dan ulama salaf dalam beberapa kasus berbeda yang
mewajibkan mendahulukan dalil râjih dari dua dalil yang zhanni. Umpamanya
mendahulukan kabar dari Aisyah tentang wajibnya mandi bila telah terjadi persetubuhan,
atas kabar Abu Hurairah yang maksudnya mandi hanya diwajibkan bila keluar mani.
Contoh lainnya adalah apa yang diriwayatkan dari Nabi bahwa beliau dalam keadaan
USHUL FIKIH - KELAS XII 91