Page 98 - USHUL FIKIH_INDONESIA_MAPK_KELAS XII_KSKK
P. 98
PRAWACANA
Tarjîh merupakan salah satu perangkat metode istinbâth hukumIslam. Metode ini
diformulasikan oleh ulama ushul fiqh gunamenemukan titik terang dalam menetapkan
hukum Islam diantara dalil-dalil yang berta’ârudl. Eksistensi metode ini sangatpenting
dalam rangka memilah dan memilih dalil al-Qur‟an danHadits yang râjih di antara beberapa
dalil lain yang berkaitandengan suatu persoalaan hukum.
Al-Amidi mengemukakan tarjih adalah uangkapan diiringi salah satu dari dua dalil
yang pantas menunjukkan kepada apa yang dikehendaki di samping keduanya berbenturan
yang mewajibkan untuk mengamalkan satu di antaranya dan meninggalkan yang lain.
Sedangkan kalangan Syafi’iyyah mendefinisikan tarjih adalah menguatkan salah satu
indikator dalil zhani atas yang lain untuk diamalkan.
MATERI PEMBELAJARAN
A. Pengertian Tarjih
Apabila terdapat perbenturan dua dalil syar’i yang tidak mungkin untuk
dikompromikan dengan cara apa pun, tidak mungkin pula diperlakukan ketentuan
takhsis, tidak ditemukan pula cara untuk memberlakukan nasakh, tetapi ditemukan
petunjuk yang mungkin menguatkan salah satu diantara dua dalil tersebut, maka
digunakanlah dalil yang memiliki petunjuk yang menguatkan itu. Cara tersebut dinamai
tarjih.
Dalam konsep usul fikih, tampaknya dalil-dalil yang hendak di-tarjîḥ ini secara
lahiriyah dianggap memiliki kontradiksi satu dengan lainnya. Kontradiksi (taʻâruḍal-
adillah) ini kebanyakan berangkat dari hasil pemahaman atas dalil itu sendiri sehingga
sebetulnya kontradiksi (taʻâruḍal-adillah) itu bersifat lahiriyah semata. Meskipun
kebanyakan bersifat lahiriyahnamun ada juga kontradiksi di antara dalil-dalil itu secara
hakiki. Karena itu, jika menemukan dua dalil yang kontradiktif baik secara lahiriyah
maupun hakiki maka bisa dilakukan penyelesaiannya dengan tarjîḥ. Dengan kata lain,
tarjîḥ ini dipilih sebagai cara untuk melakukan pilihan di antara dua dalil atau lebih yang
kontradiktif setelah terlebih dahulu tidak mungkin untuk dilakukan kompromi (al-jam‘u
wa at-taufîq) antara keduanya.
USHUL FIKIH - KELAS XII 89