Page 101 - USHUL FIKIH_INDONESIA_MAPK_KELAS XII_KSKK
P. 101

junub waktu subuh padahal beliau sedang puasa dikuatkan atas hadis yang diriwayatkan

                   dari  Abu  Hurairah  yang  mengatakan  bahwa  siapa  yang  junub  waktu  subuh,  dalam
                   keadaan berpuasa tidak sah puasanya. Kekuatan kabar yang disampaikan oleh Aisyah ini

                   adalah karena beliau lebih tahu tentang kejadian tersebut.
                          Abu Bakar al-Baqillani menjelaskan bahwa wajibnya meng amalkan dalil yang

                   râjih itu bila usaha tarjih berlaku secara me yakinkan (qath‘i) dan tidak wajib bila usaha
                   tarjih dilakukan secara zhanni. Tarjih hanya mungkin berlaku di antara dalil-dalil yang

                   zhanni. Yang demikian berlaku dalam hudûd (batasan dalam definisi) dan dalam dalil-

                   dalil syar’i . Tarjih dalam dalil syara’ mungkin berlaku di antara dua dalil naqli(qiyâs
                   dan istidlal) atau antara dalil naqli dengan dalil naqli, yang akan dirinci berikut ini.

                          Sementara Asy-Syaukânî dalam bukunya Irsyâdal-Fuḥûl ilâ Taḥqîq min ʻIlm al-

                   Uṣûl memberikan pedoman kepada para mujtahid bila menemui dua dalil yang dianggap
                   kontradiktif  yang  eksekusinya  dilakukan  melalui  pilihan  tarjîḥ,  yaitu  dengan  syarat-

                   syarat sebagai berikut:
                    1.  Dalil-dalil  itu  sama  dalam  ketetapan  (subût)  nya  sehingga  karena  itu  tidak  ada

                       pertentangan yang mengharuskan tarjîḥ antara al-Quran dengan hadis ahad.
                    2.  Dalil-dalil yang bertentangan itu samasama memiliki kekuatan dari sisi hukumnya.

                    3.  Hukum permasalahan harus sama serta bersamaan pula waktu, objek dan seginya.

                       Oleh  karena  itu,  tidak  bisa  dianggap  ada  pertentangan  sehingga  harus  dilakukan
                       tarjîḥ, misalnya, antara larangan berjual beli waktu azân dengan kebolehan berjual

                       beli di luar waktu azân.


               C.  Pembagian Tarjih
                          Mentarjîh dua dalil atau lebih bukanlah hal yang mudah, tidak asal mengambil

                   dua dalil yang bertentangan secara serampangan, tidak serta merta cukup meliahat secara

                   zhahirnya, apalagi hanya sekedar mengikuti hawa nafsu melainkan, harus dengan ilmu
                   yang  memadahi  dan  ijtihad  yang  bersungguh-sungguh  demi  mencapai  maksud  sesuai

                   dengan keinginan syâri’.

                          Karena itulah secara garis besar ulama membagi tarjîh pada tigabagian. Pertama;
                   tarjîh bain al-nushûsh (mengunggulkan salah satu nash baik al-Quran atau Hadits yang

                   bertentangan),  kedua;  tarjîh  bain  al-aqyisah  (mengunggulkan  salah  satu  Qiyas  yang
                   bertentangan), ketiga;  tarjîh baina  nashshin  wa  qiyâshin  (mengunggulkan antara  nash

                   dan Qiyas yang bertentangan).



                                                                           USHUL FIKIH  -  KELAS XII 92
   96   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106