Page 100 - LITERASI-BUKU-SEBAGAI-SARANA-MENUMBUHKAN-KEPRIBADIAN-PESERTA-DIDIK-YANG-UNGGUL
P. 100
86
penurut, submisif, dan kurang beradab. Pencitraan ini
dimanipulasi untuk memosisikan ‘produk,’ yakni para buruh
migran itu sendiri, di pasar kerja. BMI biasanya dianggap
lebih cocok untuk merawat orang-tua/orang sakit. Sementara
itu, buruh migran asal Filipina dicitrakan lebih cerdas,
berpendidikan, dan beradab, namun lebih agresif, dan lebih
cocok menjadi pengasuh anak-anak.
Penelitian Pei Chia Lan (2006) memberikan simpulan
ROSDA
senada, dan menambahkan bahwa preferensi majikan Taiwan
antara BMI dan buruh migran Filipina mencerminkan batas-
batas etnis dan kelas, sebagai akibat dari tingkat pendidikan
yang berbeda. Banyak buruh migran Filipina (BMF) yang
mengecap bangku kuliah dan mahir berbahasa Inggris,
sementara kebanyakan BMI adalah lulusan SMP/SMA. Hal
ini menempatkan buruh migran Filipina lebih tinggi daripada
tidak hanya BMI, namun juga majikan mereka. Akibatnya,
peliyanan (othering) atas dasar ras terjadi antara BMF dan
BMI. BMF menjuluki BMI bodoh, dan BMI menganggap BMF
sombong. Meminjam istilah Holland dkk (1998), penelitian
Loveband dan Lan menunjukkan bahwa BMI menyandang
identitas posisional tertentu, di mana mereka disubordinasikan
secara status sosial, latar belakang pendidikan, dan etnisitas.
Lebih dari itu, temuan Loveband dan Lan memancing
pertanyaan tentang seberapa jauh identitas posisional yang
terkonstruksi secara sosial itu merupakan representasi
sebenarnya dari identitas BMI. Tulisan-tulisan para BMI yang
didiskusikan dalam bab ini menggambarkan bagaimana
mereka merepresentasikan diri sendiri.