Page 28 - KULTUR JARINGAN_Neat
P. 28

3.1 SEJARAH KULTUR JARINGAN

                             Sejarah  perkembangan  teknik  kultur  jaringan  dimulai  pada
                        tahun  1838  ketika  Schwann  dan  Schleiden  mengemukakan  teori
                        totipotensi  yang  menyatakan  bahwa  sel-sel  bersifat  otonom,  dan
                        pada  prinsipnya  mampu  beregenerasi  menjadi  tanaman  lengkap.
                        Teori  yang  dikemukakan  ini  merupakan  dasar  dari  spekulasi
                        Haberlandt pada awal abad ke-20 yang menyatakan bahwa jaringan

                        tanaman  dapat  diisolasi  dan  dikultur  dan  berkembang  menjadi
                        tanaman  normal  dengan  melakukan  manipulasi  terhadap  kondisi
                        lingkungan      dan     nutrisinya.    Walaupun        usaha      Haberlandt
                        menerapakan  teknik  kultur  jaringan  tanaman  pada  tahun  1902
                        mengalami  kegagalan,  namun  antara  tahun  1907-1909  Harrison,
                        Burrows,  dan  Carrel  berhasil  mengkulturkan  jaringan  hewan  dan
                        manusia secara in vitro.
                             Kultur  jaringan  tanaman  pertama  kali  berhasil  dilakukan  oleh

                        White pada tahun 1934. Menjelang tahun 1939, White melaporkan
                        keberhasilan pertama kultur kalus wortel dan tembakau. Pada tahun
                        1957, dipublikasikan suatu naskah kunci yang ditulis oleh Skoog dan
                        Miller  di  mana  kedua  pakar  ini  mengemukakan  bahwa  interaksi
                        kuantitatif  antara  auksin  dan  sitokinin  akan  menentukan  tipe
                        pertumbuhan dan peristiwa morfogenik yang akan terjadi. Penelitian

                        mereka pada tanaman tembakau menunjukkan bahwa rasio auksin :
                        sitokinin  yang  tinggi  akan  menginduksi  pembentukan  akar,
                        sedangkan  rasio  sebaliknya  akan  menginduksi  morfogenesis  pucuk.
                        Namun  sayangnya,  pola  respon  demikian  tidak  berlaku  universal.
                        Sementara manipulasi rasio auksin terhadap sitokinin telah berhasil
                        menginduksi morfogenesis pada berbagai taksa, kini sudah semakin
                        jelas bahwa berbagai faktor lain juga mempengaruhi kemampuan sel-
                        sel yang dikulturkan untuk berdiferensiasi menjadi akar, pucuk atau

                        embrio (Taji, 2006:1)















         XI SMA/MA                                            18                               KULTUR JARINGAN
   23   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33