Page 18 - Hari Pertama Ben & Cerita Pendek Lainnya
P. 18
Di sepanjang perjalanan, ada masyarakat yang mengelu-
elukan kami ketika melintasi rumah mereka, memegang
obor serta lampu minyak sebagai penerang kala hari
mulai gelap. Belum semua rumah memiliki lampu
bertenaga listrik yang katanya belum dapat terjangkau
oleh semua orang. Satu saat bangsa ini akan makmur dan
mampu menerangi rumah-rumah mereka dengan lampu
modern itu, kataku dalam hati.
Tepat di hadapan kami, persimpangan dengan jalanan
yang menikung ke kanan, perasaanku menjadi aneh.
Firasat buruk, aku membatin dalam hati.
“Bang Togar, jadi nanti Melati…” perkataan Sarmin
terputus seketika dengan ledakan keras yang mendadak
membuat jip kami terpental.
Aku tidak sempat mengambil tindakan, kami semua
dalam keadaan tidak siap. Hal terakhir yang aku lihat di
tengah bunga api, asap hitam dan darah merah, hanya
sosok Melati, berdiri di hadapanku, tersenyum,
memanggilku menuju dekapannya. Aku berusaha
meraihnya, mendekat, tetapi perlahan, duniaku menjadi
gelap, pekat, dan semua menjadi hening seketika.
*
“Kamu tidak menyesal?” tanya Endah kepada Melati.
“Apa gunanya, Mbak,” jawab Melati sambil terisak.
15