Page 99 - Rencana & Cerita Pendek Lainnya
P. 99

bumi dan isinya ini, aku yakin mereka juga akan sama
               briliannya.

               “Ayo  bergegas,  kura-kura,  biar  kita  bisa  doa  bersama
               dulu sebelum makan,” kata Winnie yang sudah duduk di
               meja makan, bersama ayah dan ibu tiriku.
               Winnie selalu bisa berbicara seenaknya, karena usianya
               sudah  18  tahun  dan  ia  sudah  bekerja  menjadi  kasir  di
               sebuah  supermarket  di  dekat  rumah  kami.  Aku  tidak
               sabar untuk segera dewasa dan bekerja agar bisa bebas
               sepertinya. Kadang ia pulang larut malam setelah pergi
               ke  pesta  yang  keren  bersama  teman-temannya,  dan
               minum bir sesukanya.
               Ibu  tiriku  hanya  menatapku  seolah  aku  makhluk  yang
               aneh,  yang  tidak  diinginkannya  di  rumah  ini.  Aku
               memang  tidak  pernah  dekat  dengannya.  Aku  selalu
               merasa ia membenciku, karena aku harus jadi bebannya,
               dan  karena  aku  tidak  sebaik  Winnie  yang  sering
               membawakannya cemilan sepulang dari tempat kerja.

               “Lain  kali  segera  hadir  di  sini  kalau  dipanggil  makan
               bersama. Jangan buat ibumu kesal ya?” tegur ayah.

               Aku hanya bisa mengangguk. Kami memulai doa sebelum
               makan.  Di  hati  kecilku,  aku  merasa  ayah  sudah  dicuci
               otaknya oleh ibu tiriku. Ia selalu menerjemahkan sikap
               dingin wanita itu terhadap aku sebagai tanda aku sudah
               berbuat  sesuatu  yang  salah.  Terkadang  aku  marah
               dengan  semua  perlakuan  ayah,  dan  mereka  semua  di
               rumah ini.



                                                                    96
   94   95   96   97   98   99   100   101   102   103   104