Page 29 - Flipbook_29_Raflie Rheznandya Ardiza_200731638033
P. 29

Kerajaan Talaga yang beragama Buddha. Beberapa bukti
        dalam prasasti Sanghyang Tapak, Prasasti Kawali, dan
        naskah Carita Parahyangan serta Naskah Sewaka Darma

        (Lubis, 2016). Namun pada akhir abad ke-15, muncul
        suatu ajaran agama yang menekankan pemujaan terhadap
        hiyang, yang ditunjukkan oleh adanya penurunan derajat
        dewata di bawah hiyang (Soejono, 2009). Jadi tidak
        mengherankan juga bahwa di Tatar Sunda, tidak banyak
        ditemukan sebuah candi karena adanya perwujudan dalam
        hiyang lebih tinggi dan diutamakan dari para dewa Hindu.
                 Suatu kepercayaan tentang alam semesta dan
        kosmologi pada masa kerajaan Sunda tergambar dalam
        naskah yang berupa sebuah ‘tuntunan kebijakan’ atau
        Sang Hyang Hyu, isinya antara lain menggambarkan
        suatu hal-hal yang berkaitan dengan sistem kosmologi
        Sunda berdasarkan konsep Trimurti yang terbagi ke dalam
        susunan dunia bawah, saptapatala (tujuh neraka), buhloka
        (bumi/madyapada)          dan     spatabuana/buanapitu         (tujuh

        surga) (Lubis, 2016). Dijelaskan juga dalam naskah ini
        mengenai hubungan antara ‘jagat raya’ dengan ‘jagat
        kecil’ dalam rangka manusia. Hal itu menggambarkan
        bahwa, konsep tata ruang masyarakat Sunda secara
        kosmologis selalu bersifat Trimurti.

                 Mengenai kesenian hasil orang-orang Sunda di
        Tatar Pasundan, tidak terlalu banyak diketahui dari
        sumber lain, hal ini hanya ada tercantum dalam naskah
        Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian. Beberapa sebuah


                                                                           25
   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34