Page 266 - S Pelabuhan 15.indd
P. 266
Bima. Orang-orang Melayu ini yang juga adalah para pedagang banyak berdatangan
sejak awal abad ke-16 pada akhirnya menempati kampung yang terletak di sebelah
barat dan timur teluk Bima atau dikenal dengan Kampo Melayu. Kampung tersebut
adalah pemberian Sultan Bima yang sangat menghormati orang-orang Melayu yang
telah menjadi guru ngaji atau ulama dan juga yang telah membantu orang Bima
melawan para perompak yang menyerang pelabuhan Bima. Oleh Sultan Abdul Kahar
pada awal abad ke-17, orang-orang Melayu diberikan hadiah sawah bahkan barang
dagangan dari perahu-perahu Melayu tidak terkena pajak ketika masuk pelabuhan
Bima.
Kadatangan para pedagang Melayu ini dimungkinkan setelah penaklukkan bandar
Malaka oleh Portugis sehingga banyak para saudagar muslim Melayu yang berpindah
ke Jawa, Sumatera dan juga ke Bima. Tomé Pires melaporkan bahwa pada awal abad
ke-16 rute pelayaran perdagangan dari Malaka ke Maluku atau sebaliknya melewati
pelabuhan-pelabuhan di Jawa dan Bima.
Dalam catatan pelayaran orang Cina yang dihimpun dalamShun Feng Hsiang Sung
(angin baik pembimbing pelayaran) disebutkan bahwa pelayaran Indonesia dilakukan
melalui Aceh ke Banten melalui bandar Barus dan Pariaman di pantai barat Sumatera,
dilanjutkan kearah Gresik, Madura, Bali, Lombok Sumbawa kemudian memasuki
selat Sape yang terletak antara pulau Sumbawa dan Flores menuju Sumba dan
berakhir di Kupang bagian selatan timur. Dari pulau-pulau di Nusa Tenggara Timur
ini pedagang Cina membeli lilin, kuda dan kayu cendana yang sangat laris dipasaran
Cina. Dari Sumbawa termasuk dari Bima dijual kuda,lilin, kayu dye (kayu delup) dan
beras. Sebagai tempat persinggahan pelabuhan Bima Juga menyediakan kebutuhan air
bersih, bahan makanan, daging dan ikan yang murah, apalagi situasi teluk Bima yang
tenang karena diapit oleh pegunungan, membuat perahu-perahu dapat membuang
sauh dengan aman. Sementara itu para pedagang Cina malaka, jawa banyak membawa
kain kasar, barang-barang dari besi, manik-manik, timah dan porselen.
Sejak kekalahan Kesultanan Gowa pada tahun 1669, selain menghancurkan pelabuhan
Makasar dan membuat banyak para pedagang Makasar meninggalkan tanah airnya
untuk merantau ketempat-tempat yang bebas dari pengaruh VOC. Sementara itu
bagi Kesultanan Bima yang dianggap sekutu Gowa mengalami penekanan oleh VOC,
terutama dalam bidang perdagangan. Campur tangan VOC itu terlihat dalam pasal-
254 pasal perjanjian Bongaya yang menyatakan bahwa Kesultanan Bima tidak boleh