Page 267 - S Pelabuhan 15.indd
P. 267

ATLAS  PELABUHAN-PELABUHAN  BERSEJARAH  DI  INDONESIA







            menarik cukai kapal-kapal  VOC yang datang kepelabuhan-pelabuhan di Bima,

            sementara itu pada tahun 1765 dibuat perjanjian yang memperlemah perdagangan
            di Bima karena dilarangnya kapal-kapal Eropa selain Belanda dan juga pedagang
            dari Aceh, Jawa, Bugis, Makasar, Melayu, Sasak untuk perdagangan di pelabuhan-
            pelabuhan di Bima kecuali atas izin VOC. Kondisi ini mengakibatkan pelabuhan

            Bima semakin menurun perannya dalam perdagangan antar pulau. Bahkan peraturan
            ini juga menentukan harga sesuai keinginan orang Belanda terutama terhadap barang-
            barang, antara lain kayu sapan, penyu, dan agar-agar,termasuk menarik cukai atas
            perdagangan produk tersebut.


            Tiga dasawarsa setelah letusan gunung  Tambora 1815 keadaan perekonomian
            di wilayah Sumbawa mulai berangsur baik. Didaerah Kesultanan Bima dengan

            pelabuhannya menunjukkan aktifi tas perdagangan yang meningkat. Dalam
            kunjungannya kepelabuhan Bima pada tahun 1831, pelaut Inggris J. Francis
            melaporkan bahwa hasil-hasil perdagangan yang dijual kepada pedagang yang datang
            dari luar Bima adalah kapas, beras dan kayu jati. Menurut laporan H. Zollinger pada

            tahun 1840, Bima lebih banyak mengekspor kacang hijau, beras dan teripang. selain
            itu garam yang banyak dibuat oleh penduduk disekitar pantai Bima banyak yang
            dijual ke Dompu, Manggarai dan Selayar. Kayu sapan yang bagus untuk pembuatan
            kapal juga dijual melalui pelabuhan Bima, meski tidak dalam jumlah yang besar.

            Kegiatan dagang di pelabuhan Bima meskipun cukup ramai pada abad ke-19, namun
            para pedagang dari berbagai wilayah di Nusantara dan juga kapal-kapal dari Eropa dan
            Cina tidak lagi memiliki keleluasaan dan juga kecilnya keuntungan akibat monopoli
            harga dan cukai yang diberlakukan oleh penguasa Belanda. Sehingga dibandingkan

            dengan perdagangan di Lombok dan Kupang pelabuhan Bima menjadi kurang
            menarik untuk dikunjungi para pedagang dari luar.


            Dalam hal untuk mendapatkan penghasilan, Sultan Bima juga melakukan kegiatan
            perdagangan, terutama dalam perdagangan kuda, Sultan banyak memiliki kuda yang
            diternakkan secara khusus. Diperkirakan Sultan Bima pada tahun 1840-an memiliki
            sekitar 10.000 ekor kuda.









                                                                                                               255
   262   263   264   265   266   267   268   269   270   271   272