Page 54 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 54
membuka hutan tersebut dan kemudian oleh Reksajaya (teman
Nayapurwa) diberi nama Dukuh Curug. Selanjutnya pada 1801,
pedukuhan yang sudah berkembang menjadi desa ini diajukan
ke Kadipaten Cisagu. Pada tahun itulah, Desa Caruy lahir dan
dipimpin oleh Kepala Desa (Kades) Reksajaya. Pada 1908, Kades
Caruy yang ke-9, Ki Surasep, memindahkan wilayah desanya dari
Curug ke Gunungwilis sebagai akibat dari tukar menukar tanah
dengan perkebunan asing. Pada 1923, terdapat perkebunan
Caruy-Redjodadi dengan Hak Erpacht Verponding 48,49,50,81,
dan 120 dengan luas keseluruhan 1.288,47 ha atas nama NV.
Goenoeng Sari Pangoeloeran Estate dan NV. Cult Mijbouw Du Rix.
Di masa pendudukan Jepang, upaya perluasan lahan
terus terjadi karena adanya kewajiban tanam paksa untuk
menanami lahan kosong, lahan tidur, maupun semak belukar
untuk kebutuhan pangan. Perluasan penanaman ini termasuk
didalamnya lahan yang dikuasai oleh perusahaan asing. Kalahnya
Jepang atas sekutu membuat terjadinya kekosongan penguasaan
lahan. Di masa itu, seluruh lahan pertanian yang ada dikuasai
oleh masyarakat.
Pada saat Indonesia merdeka, lahan yang ada dinasionalisasi.
Lahan yang dinasionalisasi inilah yang kemudian digarap
masyarakat. Pada 1955, dengan landasan Undang-Undang
Darurat No. 08 Tahun 1954, pemerintah menerbitkan kartu tanda
pendaftaran sebagai pemakai tanah perkebunan. Kartu ini oleh
penduduk Cipari lebih banyak disebut sebagai “Kartu Kuning”.
Kartu ini, pada 1958, oleh pemerintah ditarik dan dijanjikan akan
diganti dengan petuk (kartu pembayaran pajak bumi), namun hal
tersebut tidak terjadi.
Memotret Wilayah Kajian: Konflik Panjang yang Coba Diselesaikan 37