Page 56 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 56
didasarkan pada Keputusan Menteri Dalam Negeri No. SK.3/
HGU/DA/74 tanggal 29 Februari 1975 dan berakhir 31 Desember
1999.
Pada sisi lain, masyarakat juga merasa mempunyai hak
atas lahan tersebut sehingga mereka melakukan perlawanan.
Pada 1971, masyarakat Caruy di bawah kepemimpinan Rekso
(kepala desa) melakukan demonstrasi menuntut agar lahan
yang dikuasai PT Rumpun dikembalikan kepada masyarakat.
Perlawanan ini terhenti karena pada 1972 Rekso ditangkap oleh
aparat kepolisian.
Tuntutan masyarakat agar tanahnya dikembalikan terjadi
lagi pada 1980, tetapi upaya ini juga tidak berlangsung lama
karena tekanan Orde Baru. Pada tahun-tahun ini, para petani
yang memperjuangkan tanahnya ada yang hilang atau pergi,
tetapi tidak kembali. Pada 1992, langkah moderat dilakukan
lima kepala desa (Karangreja, Sidasari, Mekarsari, Kutasari, dan
Caruy). Mereka meminta agar masyarakat dapat menggarap di
lahan yang telantar. Namun, upaya ini pun tidak berhasil. Hal ini
disebabkan karena pada tahun sebelumnya terdapat kerja sama
berupa pemberian subkontrak dari PT Rumpun kepada PT Astra
Argo Niaga (Div. VII) yang kemudian mengganti tanaman karet
menjadi tanaman kakao.
Upaya menuntut pengembalian atas tanah masyarakat kembali
dilakukan. Kali ini terjadi pada 1993. Pada tahun tersebut, petani
mendapat dukungan dari gerakan mahasiswa yang waktu itu
dipimpin oleh Budiman Sudjatmiko. Namun, upaya ini pun tidak
membuahkan hasil. Budiman Sudjatmiko ditangkap oleh polisi
dan sempat dilakukan interogasi, yang kemudian menjadikannya
dilarang memasuki wilayah tersebut.
Memotret Wilayah Kajian: Konflik Panjang yang Coba Diselesaikan 39