Page 55 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 55
Bahkan di sekitar tahun itu, masyarakat mulai mendapatkan
kekerasan dan diusir dari wilayah perkebunan. Perlakuan
kekerasan terhenti saat masyarakat bersedia ditampung di areal
dan diberi bedeng (rumah sementara). Oleh masyarakat, sering
disebut sebagai orang penampungan atau tapongan. Orang yang
berada di penampungan inilah yang di kemudian hari terus
menuntut hak atas tanah. Kemudian pada 1964, berdasarkan
Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1964 Pasal 2 Ayat (c),
perkebunan Caruy-Redjodadi dikuasai oleh pemerintah. Kondisi
ini membuat masyarakat semakin jauh dari usaha untuk memiliki
lahan di wilayah tersebut.
Legitimasi perkebunan semakin menguat sejak terjadinya
peristiwa G30S. Warga yang sebagian besar merupakan kader
maupun simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi
sasaran “penertiban” oleh aparat keamanan. Tanah mereka
disita dengan alasan merupakan bagian dari PKI. Pada 1970,
berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 580/Kpts/Um/12/1970
tanggal 19 Desember 1970, pemerintah menyerahkan
perkebunan kepada Markas Besar Angkatan Darat dengan alasan
tidak diusahakan pemiliknya, serta dengan pertimbangan dalam
rangka penanggulangan keamanan dan ketertiban terhadap
gangguan sisa-sisa G30S.
Sebelum adanya SK tersebut, pada 1967, berdasarkan
akta notaris R.M. Soeprapto No. 9 pada 9 Juni 1967, dibentuk
PT Rumpun atas perintah Pangdam VII Diponegoro (sekarang
Pangdam IV Diponegoro) yang pada waktu itu berposisi sebagai
Penguasa Perang Daerah (Peperda) Tingkat I Jawa Tengah dan
Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada 1997, PT Rumpun berubah
nama menjadi PT Rumpun Sari Antan (RSA). Perusahaan inilah
yang kemudian diberi kewenangan HGU yang secara resmi
38 Kebijakan Reforma Agraria di Era Susilo Bambang Yudhoyono