Page 53 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 53
Berdasarkan data di atas, luas kepemilikan rata-rata sawah
2
dan tegalan berada pada angka 1.337 m . Angka ini menunjukkan
bahwa para petani yang ada di lima desa tersebut tergolong
sebagai petani kecil/gurem. Di Indonesia, definisi petani kecil/
gurem mengacu pada luas lahan usaha tani. Sayogyo (1977)
mengelompokkan petani di Jawa ke dalam tiga kategori, yaitu
petani skala kecil dengan luas lahan usaha tani <0,5 ha, skala
menengah dengan luas lahan usaha tani 0,5 ha–1 ha, dan skala
luas/besar dengan luas lahan >1,0 ha. Badan Pusat Statistik
(BPS) juga mengadopsi definisi yang sama untuk pengelompokan
rumah tangga petani menurut luas lahan usaha tani.
Melihat hal itu, faktor kunci untuk meningkatkan
kesejahteraan petani gurem agar keluar dari kemiskinan, yaitu
melalui peningkatan akses penguasaan lahan petani melalui land
reform. Dalam konteks land reform di Cipari, para petani gurem
tersebut dapat mencukupi kebutuhan akan tanahnya dari tanah
negara, baik tanah perkebunan maupun kehutanan.
Minimnya Akses Masyarakat Atas Tanah sebagai Pemicu
Konflik Pertanahan
Jauh sebelum Presiden RI ke-6, SBY menyerahkan sertifikat
tanah kepada sepuluh orang yang merupakan perwakilan dari
5.141 orang pada 21 Oktober 2010, sejarah atas konflik tanah
di Cipari sudah berlangsung lama, yakni semenjak 1908. Dalam
Setiaji (2011), dipaparkan bahwa asal muasal konflik lahan di
lima desa tersebut bisa ditelusuri dari sejarah—yang sekarang
disebut dengan—Desa Caruy.
Desa Caruy dahulunya merupakan hutan yang berada di
bawah Kademangan Pegadingan, Kadipaten Cisagu. Pada 1794,
Ronggowiyudo atau Nayapurwa, saudara dari Adipati Cisagu,
36 Kebijakan Reforma Agraria di Era Susilo Bambang Yudhoyono