Page 95 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 95
seperti yang terjadi pada Sut seorang petani penggarap yang ikut
SeTAM tetapi juga menjadi bagian dari partai yang pada waktu
berkuasa di Cilacap.
Dari temuan lapangan, dalam konteks relasi antar aktor,
terlihat juga bahwa masing-masing aktor mempunyai kekuasaan
tetapi kekuasaan mereka juga terbatas oleh kekuasaan lain.
Keterbatasan ini juga terjadi pada level pemerintahan. Dalam
kerangka terbatasnya kekuasaan dimasing-masing aktor
maka sebuah kebijakan seharusnya didesain, direncanakan,
diimplementasikan, dan dievaluasi oleh semua pihak dengan
duduk bersama.
Mengenai kekuasaan yang menyebar ini, Li (2007) dan
Foucault (1982) menyatakan bahwa kekuasaan (power) tidak
memusat dan tidak pula termiliki oleh salah satu pihak tetapi
tersebar disetiap relasi sosial yang ada. Kekuasaan (power) bukan
karena merengkuh segalanya namun karena kekuasaan berasal
dari mana pun. Tidak seperti halnya dengan relasi dominasi
dimana relasi kekuasaan memberikan banyak kemungkinan
pilihan tindakan dari para aktor yang memiliki kepentingan atas
suatu kondisi tertentu.
Namun demikian, meski kekuasaan bersifat tidak memusat
dan tesebar akan tetapi tetap saja pada keputusan akhir, dalam
kasus Cipari ini, perumusan kebijakan dan implementasi reforma
agraria berkecenderungan pada desain yang telah diformulasikan
oleh pemerintah mulai pada level atas sampai ke bawah. Hal
ini lebih banyak disebabkan karena adanya keinginan dari
kekuasaan untuk mempercepat pelaksanaan program ketimbang
mempertimbangkan pandangan petani yang menjadi subyek
utama.
78 Kebijakan Reforma Agraria di Era Susilo Bambang Yudhoyono