Page 94 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 94
serta merta membuat masyarakat tunduk terhadap keinginan
negara. Melalui pengalaman individu dan kondisi keadaan yang
dimiliki masyarakat, bisa saja masyarakat kemudian melawan
negara.
Temuan lain yang menarik adalah relasi antar aktor yang
dikategorisasi di atas, sifatnya tidak selalu merepresentasikan
masing-masing “komunitas” atau “kategorinya”. Di dalam
komunitas/kategori tersebut juga terdapat pandangan yang
berbeda-beda ataupun relasi yang tidak seimbang. Contoh paling
mudah adalah kontestasi yang terjadi antar aktor di dalam serikat
tani yang juga berbeda dalam menyikapi kesepakatan antara RSA
dengan pemerintahan desa. Sebagai misal: Srw (SeTAM) yang
berpandangan bahwa kesepakatan tersebut diterima karena
kalau tidak diterima maka masyarakat akan jenuh. Sedangkan
Sg (SeTAM) berpandangan lain, menurutnya kompensasi akan
menjadi jalan pembuka kegagalan reforma agraria di Cipari.
Namun demikian, ada juga hubungan yang sifatnya tidak
kontestatif tapi saling memahami, seperti yang diutarakan oleh Srt
(Kades Karangreja) yang memandang bahwa antara pemerintah
desa dengan SeTAM sebetulnya sama-sama memperjuangkan
masyarakat.
Temuan lain juga menyebutkan bahwa terdapat hubungan
antar aktor dimana posisi aktor tidak berkorelasi dengan sikap
mendominasi atau menghegemoni (negara versus masyarakat),
seperti yang dituturkan Slt (Kades Caruy) mengenai sikap Heri
Tabri (Mantan Bupati) soal kompensasi di mana mantan bupati
tersebut menolak adanya kompensasi padahal beliau merupakan
penguasa daerah. Posisi aktor juga bisa saja tumpang tindih,
Pertarungan Kepentingan dan Perebutan Kuasa Agraria 77