Page 32 - ISLAM DAN AGRARIA TElaah Normatif dan Historis Perjuangan Islam Dalam merombak Ketidakadilan Agraria
P. 32
saw memutuskan agar lelaki pemilik tanah tetap mengambil tanahnya.
Sementara Rasulullah saw memutuskan agar lelaki yang menanam pohon
kurma di atas tanah orang lain untuk mencabut pohon kurma yang telah
ditanamnya. Sebagaimana hadist, dari Hisyam bin Urwah ra dari ayahnya
bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa yang mengelola tanah
kosong (mawat), maka hal tersebut telah menjadi hak kepemilikannya dan
20
tidak ada hak bagi pelaku kezaliman untuk mengambil dan merampasnya”.
Dalam hadist lain, dari Rafi’ bin Khudaij dari Rasulullah saw, beliau
bersabda, “Barang siapa yang bercocok tanam pada tanah orang lain tanpa
sepengetahuan dan izin mereka, maka pemilik tanah berhak membiayai
tanaman itu. Sementara penanam tidak ada hak untuk mendapatkan hasil
dari tanaman yang telah diusahakannya”. 21
Dari hadist tersebut, maka ada dua pendapat yaitu, Nabi Muhammad
saw tidak membolehkan penanam mengambil dan memetik hasil dari
usahanya selain dari biaya yang telah dikeluarkannya terhadap tanaman
tersebut. Di sisi lain, terhadap pemilik tanah supaya memberikan ganti
rugi atas biaya yang telah dikeluarkan si penanam, sehingga hasil tanaman
itu menjadi hak pemilik tanah secara keseluruhan dan dengan cara yang
halal lagi baik.
2. Tanah Untuk Kepentingan Umum (Hima)
Di tengah-tengah fenomena penguasaan tanah oleh individu yang
lahir dari pemberian tanah maupun pengolahan tanah kosong, maka
Rasulullah saw menetapkan tanah larangan (hima) yang digunakan
untuk kepentingan umum. Hal itu dilakukan untuk menjaga kestabilan
ekonomi umat Islam dan menghindari ketimpangan dalam penguasaan
dan pemilikan tanah. Beberapa hadist Rasulullah saw mengenai hima
yaitu, Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada penjagaan dan pembelaan hima,
20. Ibid, hlm. 372.
21. Ibid.
Perjuangan Agraria dalam Sejarah Islam 15