Page 62 - ISLAM DAN AGRARIA TElaah Normatif dan Historis Perjuangan Islam Dalam merombak Ketidakadilan Agraria
P. 62
Karet 30 33 33 37 2 2
Kopra 29 29 29 27 2 2
Serat 22 30 25 33 - -
Teh 17 19 17 19 - -
Gula 11 6 5 6 2 3
Kopi 6 5 4 4 1 2
Minyak 5 1,5 2,4 24 1 -
Sawit 0,2 0,3 0,2 0,3 - -
Sumber: M. Tauchid, Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan
Kemakmuran Rakyat Indonesia (Penerbit STPN Press, 2009, hal. 11)
Angka-angka tersebut telah berbicara bahwa betapa pentingnya
Indonesia sebagai negeri agraria di tengah-tengah dunia. Tetapi, angka-
angka yang menunjukkan kekayaan Indonesia itu tidak menjadi kekayaan
rakyat. Rakyat hanya menjadi alat untuk menghasilkan sesuatu dari
tanah, tapi hasilnya dikuasai oleh penguasa. Kondisi rakyat Indonesia saat
itu seperti pribahasa “tikus mati di lumbung padi”. Walaupun Indonesia
kaya, rakyat tetap kelaparan, miskin, dan menderita.
Ketika kekuasaan raja ditaklukkan oleh Belanda, maka kekuasaan
atas tanah dan rakyat beralih ke tangan Belanda. Tanah-tanah milik raja
jatuh ke tangan raja Belanda. Mulailah raja Belanda itu menjual tanah-
tanahnya kepada orang-orang partikelir. Inilah yang memunculkan tanah
partikelir. Selanjutnya, Gubernur Jendral Raffles menetapkan sewa
58
tanah (landrente) kepada rakyat, dengan jumlah yang besar. Beban itu
berlanjut ketika malapetaka baru bernama Cultuurstelsel diberlakukan
oleh V.D Bosch. Kalau Raffles menarik sewa tanah yang tinggi, V.D Bosc
malah mengambil 1/5 dari tanah rakyat untuk ditanami oleh tanaman
yang diperlukan Belanda. Rakyat dipaksa mengerjakan tanah tersebut
58. Mochammad Tauchid, Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran
Rakyat Indonesia, (Yogyakarta: STPN Press, 2009), hlm. 20.
Perjuangan Islam dalam Penataan Struktur Agraria di Indonesia 45