Page 5 - THE HEART KEEPER
P. 5

segala hal yang Farischa lalukan. Di umur saya yang mash 10 tahun, saya
                        sempat  mempertanyakan  kehadiran  saya  di  dalam  keluarga,  mengapa
                        Farischa lebih banyak mendapatkan kasih 3epatu dibandingkan saya yang
                        lebih dulu lahir darinya? Apakah karena saya seorang lelaki? Apakah seorang
                        lelaki tidak pantas diberikan kasih 3epatu yang sama?

                               Selama saya hidup menjadi seorang kakak, saya banyak belajar bahwa
                        setiap tindakan yang saya ambil punya dampaknya tersendiri untuk adik sava.
                        Sava pernah dimarahi Mama habis-habisan karena meninggalkan Farischa
                        sendirian di rumah untuk bermain dengan teman-teman yang lain, setelahnya,
                        saya  hidup  dengan  pemikiran  bahwa  saya  harus  bertanggungiawab  atas
                        segala hal tentang Farischa.

                               Saya hidup bukan hanya untuk menemani Farischa membeli komik
                        keluaran terbaru setiap musimnya, bukan untuk memberinya lelucon garing,
                        bukan juga untuk menenangkannya ketika ia menangis. Tetapi, hidup untuk
                        menjaganya  dan  memberinya  banyak  nasihat  baik  hingga  ia  tidak
                        membutuhkannya lagi. Karena mamah selalu berkata, saudara adalah satu-
                        satunya orang yang kita butuhkan di dalam keadaan apapun.


                               Di  rumah,  profesi  saya  adalah  sebagai  teman  bermain  Farischa,
                        penikmat  masakan-masakan  Mamah,  dan  asisten  Bapak  dalam  memberi
                        makan  anak-anaknya—burung  warna-warni—yang  Bapak  rawat  seperti
                        anaknya sendiri. Saya jarang bermain dengan teman-teman lainnya, karena
                        kata salah satu orang tua mereka, Bareska Harsachandra adalah anak yang
                        nakal. Padahal hanya sekali saja saya pernah bermain permainan mengambil
                        manga Pak Soleh di komplek sebelah dan berakhir terjatuh hingga kaki saya
                        cedera.

                               Pada  masa  itu,  label  ‘’Anak  Nakal’ ’   tak  pernah  saya  hiraukan.
                        Tergantikan oleh keinginan untuk melanjutkan hidup perlahan menghilang.
                        Boleh sebut sava nakal, tetapi si anak nakal ini tiap malam merasa semakin
                        kecil, merasa tidak sempurna, dan digerogoti rasa penyesalan. Tidak ada lagi
                        mimpi  yang  dapat  diraih  dengan  kaki  tak  sempurna  ini.  Tidak  ada  lagi
                        senyuman  yang  terukir  setiap  memasukan  bola  ke  dalam  gawang.  Saya
                        merasa seperti anak umur sepuluh tahun yang begitu menyedihkan.

                               “Kaki Aa lemah, Mah.” Lirih saya

                               “Iya, sekarang lemah, nanti enggak.”

                               “Kapan sembuhnva? Aa juga pengen main bola atuh.”




                                                              11
   1   2   3   4   5   6   7   8   9   10