Page 10 - Level B1_Isi APa yang lebih seru? SIBI.indd
P. 10
Beragam irama alam itu sering menemani Jalu saat Hutan Biuk dianggap sakral bagi warga Kampung
membaca buku, mengerjakan PR, berenang di Sungai Naga. Tidak satu pun orang boleh masuk, kecuali ada
Ciwulan, atau kegiatan lain-nya di kampungnya yang sepi. perayaan adat atau kepentingan tertentu. Sejak kecil,
Pengganti radio, pikir Jalu. Kadang, dia menjadikannya Jalu paham pada aturan tersebut. Namun, seiring
sebagai bahan tebak-tebakan. bertambahnya usia, Jalu sering merasa penasaran dan
sekaligus jengkel karena aturan yang mengekang.
Wuwuwuuu… wuuu…
“Burung hantu!” tebak Jalu, waktu bermain tebak-
tebakan dengan Utari, di sela mengerjakan pekerjaan
rumah.
“Mana ada burung hantu berbunyi di siang hari. Dia
kan hewan nokturnal,” sanggah Utari, sambil tertawa
mencibir.
Utari adalah sepupu Jalu. Rambutnya keriting
mengem-bang, mengingatkan Jalu pada pohon
beringin yang tumbuh di dekat pintu parkir Kampung
Naga, kampung halamannya. Lebat dan teduh. Matanya
yang tajam, rahangnya yang tegas, menambah kesan
cerdas dan tak mudah didebat.
“Ada, lah. Kan di Hutan Biuk gelap. Jadi burung
hantu tetap bangun di siang hari,” tangkis Jalu tak
mau kalah.
“Ih, di mana-mana juga namanya nokturnal teh
bangunnya malam-malam,” sergah Utari tak mau kalah.
Sayangnya, Jalu tak selalu bisa melihat wujud
asli pemilik setiap suara. Ini karena aturan adat
melarangnya masuk ke dalam Hutan Biuk.
2 Mengejar Perubahan Rencana 3
Bab 1
Haruto