Page 51 - XI_MODUL Sejarah Indonesia
P. 51
Modul Sejarah Indonesia Kelas XI KD 3.2 dan 4.2
dibantu Anthony Ribok, Philip Latumahina, Ulupaha, Paulus Tiahahu, dan seorang pejuang
wanita Christina Martha Tiahahu bersama rakyat Maluku melakukan perlawanan pada
tahun 1817.
Pada bulan Nopember 1817 Belanda mengerahkan tentara besar-besaran dan
melakukan sergapan pada malam hari Pattimura dan kawan-kawannya tertangkap.
Mereka menjalani hukuman gantung pada bulan Desember 1817 di Ambon. Paulus
Tiahahu tertangkap dan menjalani hukuman gantung di Nusalaut. Christina Martha
Tiahahu dibuang ke pulau Jawa. Selama perjalanan ia tutup mulut dan mogok makan yang
menyebabkan sakit dan meninggal dunia dalam pelayaran pada awal Januari.
b. Perang Paderi
Dilatarbelakangi oleh perselisihan antara kaum adat dan
kaum Padri di Minangkabau. Kaum Padri sendiri
merupakan sekolompok ulama yang baru kembali dari
Timur Tengah dan kembali untuk memurnikan ajaran
Islam di daerah Minangkabau. Peran ini didasari oleh
konflik antara kaum adat dan kaum padri mengenai
masalah penerapan syariat di Tanah Minang. Kaum Padri
berusaha untuk menghilangkan unsur adat karena tidak
sesuai dengan ajaran Islam
Lukisan yang menggambarkan perang
padri
Unsur Adat tersebut antara lain kebiasaan seperti perjudian, penyabungan ayam,
penggunaan madat, minuman keras, tembakau, sirih, dan juga aspek hukum adat
matriarkat mengenai warisan, serta longgarnya pelaksanaan kewajiban ritual formal
agama Islam..
Tanggal 15 November 1825 diadakan perjanjian Padang. Kaum Padri diwakili oleh
Tuanku Nan Renceh dan Tuanku Pasaman. Seorang Arab, Said Salimuljafrid bertindak
sebagai perantara. Tahun 1829 daerah kekuasaan kaum Padri telah meluas sampai ke
Batak Mandailing, Tapanuli. Membaca situasi yang gawat ini, Tuanku Imam Bonjol
menyatakan bersedia untuk berdamai. Belanda mengharapkan, bahwa perdamaian ini
disertai dengan penyerahan. Tetapi Imam Bonjol berpendirian lain. Perundingan
perdamaian ini adalah siasat mengulur waktu, agar dapat mengatur pertahanan lebih
baik, yaitu membuat lubang yang menghubungkan pertahanan dalam benteng dengan
luar benteng, di samping untuk mengetahui kekuatan musuh di luar benteng. Kegagalan
perundingan ini menyebabkan berkobarnya kembali pertempuran pada tanggal 12
Agustus Belanda memerlukan waktu dua bulan untuk dapat menduduki benteng Bonjol,
yang didahului dengan pertempuran yang sengit. Meriam-meriam Benteng Bonjol tidak
banyak menolong, karena musuh berada dalam jarak dekat.
@2021, SMA NEGERI 7 KUPANG