Page 9 - Perjuangan Pondok Pesantren Lirboyo Dalam Peristiwa 10 November 1945 Terbaru
P. 9

Jerih  payah  Abdurrohim  sedikit-sedikit  tampak  juga  hasilnya.

        Namun  tidak  sempurna  betul  membina  keluarga  sakinah,  terlebih

        dahulu  beliau  dipanggil  Tuhan  Yang  Maha  Kuasa.  Mungkin  tidak

        mengizinkan hasil tetesan keringatnya ia nikmati di dunia ini. Akhirat

        tentunya lebih baik dan abadi. Atau mungkin Tuhan tidak menghendaki
        Manab dan saudara-saudaranya menjadi anak-anak yang ceria, tertawa

        riang,  bermain,  ke  sana  di  tengah  kenyamanan  keluarga.  Sebaliknya

        mereka harus seperti ayahnya.

               Merasakan  pahit  getirnya  kehidupan  dengan  menjadi  anak-anak
        yatim.  Memang,  calon  orang-orang  besar  hampir  tidak  ada  yang

        bergelimang dalam kemanjaan keluarga. Manab adalah salah satunya.
        Sekian lama mendung kedukaan perlahan mulai sirna. Salamah, sang

        istri  yang  setia  mengambil  alih  tugas  almarhum  suaminya.  Dengan
        dibantu  anak-anaknya,  ibu  setengah  baya  itu  meneruskan  pekerjaan

        suaminya berdagang di Pasar Muntilan. Sementara itu, Manab bukan
        hanya membantu ibunda di Pasar, namun sehabis di pasar, dia masih

        menyabit rumput untuk kuda peningggalan ayahnya.
               Dalam  usia  yang  masih  belia,  beliau  sudah  menunjukan

        ketekunannya. Bahkan, konon ia tidak pernah menolak perintah ibunya.
        Beberapa tahun kemudian, Ibu Salamah menikah lagi. Rupanya beliau
        menyadari  kodrat  sebagai  wanita.  Walaupun  mampu  menegakkan

        ekonomi keluarga, namun ia merasa tak layak menjadi kepala rumah
        tangga. Apalagi, putra-putranya masih kecil yang tentu masih banyak

        membutuhkan  perhatian  dan  kasih  sayang.                             Dari  perkawinan  kedua
        inilah Ny. Salamah dikarunai seorang putra bernama Muji dan dua orang

        putri bernama Isnaini dan Siyem (Bahtiar dkk, 2018: 22).
               Meskipun  sudah  ada  pengganti  almarhum  ayah  beliau,  Manab

        tetap saja yatim. Dia tidak melalaikan tugasnya. Bahkan ia yang belum
        baligh itu mampu berpikir jauh. Tumpuan harapannya tidak lain dirinya

        sendiri. Ia ingin berdiri di atas kaki sendiri. Beliau ingin mandiri.
   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14