Page 11 - Perjuangan Pondok Pesantren Lirboyo Dalam Peristiwa 10 November 1945 Terbaru
P. 11
Setelah perjalanan jauh yang sangat berat dan melelahkan,
sampailah mereka pada sebuah dusun di Gurah, Kediri. Namanya
Babadan. Di dusun inilah, mereka menemukan surau yang diasuh oleh
seorang kiai. Juga di tempat yang amat sederhana ini, Manab mulai
nyantri, dengan memelajari ilmu-ilmu dasar, seperti ilmu amaliyah
sehari-hari. Mulailah babak baru bagi Manab. Di rantau, dia menuntut
ilmu. Ada kedamaian dan kebahagiaan yang belum pernah ia rasakan
sebelumnya. Tetapi, betapa pun ia juga harus memikirkan bekal sehari-
hari. Maklum, perbekalan yang dibawa dari rumah sudah habis di
perjalanan. Akhirnya, Manab bersama kakaknya mesti membagi waktu
ikut mengetam padi menjadi buruh warga desa saat panen tiba. Setelah
dirasa cukup singgah di Babadan ini, mereka meneruskan
pengembaranya. Mereka pindah di sebuah pesantren yang terletak di
Cempoko, 20 km sebelah selatan Nganjuk.
Menurut sebuah riwayat, Manab cukup lama belajar sekaligus
bekerja di pesantren ini. Kurang lebih 6 tahun. Kemudian, mereka
pindah lagi ke Pesantren Trayang, Bangsri, Kertosono. Di pesantren ini,
Manab memperdalam Al-Qur’an dengan baik. Kian beranjak dewasa,
Manab pun semakin bertambah tekun mengaji. Seakan dia tidak puas
dengan satu atau dua pesantren saja. Masih bersama kakaknya, Aliman
ia meneruskan pengembaranya ilmiahnya. Melanjutkan perjalanan ke
arah timur. Seolah-olah Manab akan mengejar ke mana saja ilmu itu
tersembunyi walau sampai ke negeri Cina, bahkan hingga ke ujung
dunia.
Sesampainya di daerah Sidoarjo, dua bersaudara itu singgah di
Sono, sebuah pesantren yang terkenal ilmu sharaf
-nya. Cukup lama
di Pesantren Sono selama tujuh tahun. Di sisni, Manab
Manab mondok
sudah tidak bekerja lagi. Seluruh kebutuhannya ditanggung oleh
kakaknya. Sang kakak marasa sayang jika waktu Manab tersita untuk
bekerja karena Manab cukup rajin mengaji. Dalam waktu singkat, kitab-
sharaf telah dikuasai dengan baik.
kitab dasar nahwu