Page 9 - Perjuangan Pondok Pesantren Lirboyo Dalam Peristiwa 10 November 1945 Terbaru
P. 9
Kehidupan keluarga Abdurrohim sudah cukup bahagia kala itu
walaupun hanya seorang petani sederhana dengan sawah. Beliau
sudah merasa tentram dengan kahadiran Manab dan tiga orang
saudaranya. Tetapi, tekanan penjajah mencekik petani seperti dirinya.
Beban berat begitu terasa untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya. Seperti lazimnya orang tua, beliau tidak mau melihat
anak-anaknya sengsara. Akhirnya, Abdurrohim mencoba berikhtiar
mencari tambahan penghasilan. Abdurrohim yang hanya petani desa
itu tergerak hatinya untuk berdagang. Pekerjaan itu tidak pernah
digelutinya. Dengan modal seadanya, Ia mencoba berjuang di Pasar
Muntilan yang terletak 10 km arah tenggara Magelang.
Pagi buta sebelum fajar menyingsing Abdurrohim sudah berangkat
ke pasar sambil memikul dagangannya. Dengan hanya berjalan kaki
dan penerangan obor, ia telusuri jalan-jalan yang masih gelap dan
sunyi. Terkadang pula harus melewati hutan untuk mempersingkat
perjalanan. Pendeknya sebuah perjalanan yang sangat berat dan
melelahkan (Bahtiar dkk, 2018: 21).
Pada siang hari, ketika matahari panas membakar, Abdurrohim
baru pulang. Bukan lantas istirahat, tetapi beliau meraih
cangkul untuk meneruskan pekerjaan sehari-harinya
di sawah.