Page 41 - Kumpulan jurnal Pengamatan Kura-kura Kelas A
P. 41

dan haus, bahkan ketika dalam proses kawin. Perilaku tersebut terlihat sangat saling mengintimidasi satu
                 dengan yang lainnya. Kura-kura memang tidak memiliki gigi, namun cengkraman mulut atau moncong
                 kura-kura yang keras dan kuat dapat melukai kura-kura lainnya. Hal ini dapat mengakibatkan kura-kura
                 stres dan yang terjadi ialah kura-kura tersebut akan memasukan kepala dan kaki-kakinya ke dalam karapas
                 dalam waktu yang cukup lama dan tidak mau makan.


                      Berdasarkan hasil pengukuran faktor abiotik yang didapat diketahui bahwa kura-kura dapat hidup
                 dan bertumbuh cukup baik di kolam area tersebut, sehingga dapat dijadikan area konservasi kura-kura
                 dengan memenuhi beberapa syarat. Kura-kura termasuk dalam jenis hewan berdarah dingin dan jenis
                 hewan omnivora yaitu hewan pemakan segala atau hewan pemakan tumbuh-tumbuhan dan daging.
                 Tumbuh-tumbuhan  atau  buah-buahan  yang  dimakan  kura-kura  adalah  pisang  40  hari,  daun  seledri,
                 kangkung, daun selada, pepaya. Sedangkan daging yang dimakan kura-kura adalah ikan, cacing, jangkrik,
                 anak ayam ataupun anak itik. Waktu makan bagi para kura-kura ialah pada pagi hari ketika matahari terbit.
                 Saat bangun dari waktu tidur, sebelum mencari makan maka kura-kura akan langsung mencari sumber air
                 untuk minum dan mengurangi rasa haus atau dehidrasi mereka selama tidur. Setelah minum, maka kura-
                 kura akan langsung mencari makan.


                      Aktivitas dan suhu tubuh kura-kura bergantung pada fluktuasi termal eksternal di lingkungan dan
                 merupakan  pendorong  sekaligus  konsekuensi  dari  fisiologis  biologis  dan  perilaku  mereka,  yang  pada
                 akhirnya mempengaruhi ekologi mereka (Heatwole, 1976 ; Huey

                 & Stevenson, 1979 ; Lailvaux & Irschick , 2007 ; Van Damme , Bauwens, & Verheyen, 1991 ). Banyak proses
                 fisik  yang  dapat  mempengaruhi  lingkungan  termal  kura-kura,  termasuk  misalnya  fluks  radiasi  panas,
                 konveksi, konduksi, dan angin (Cossins & Bowler, 1987; Willmer , Stone, & Johnston, 2005 ). Namun,
                 memahami lingkungan termal yang kompleks ini saja tidak memungkinkan gambaran yang memadai
                 mengenai pola aktivitas kura-kura dan suhu inti tubuh. Daripada menjadi pasif secara termal, yaitu suhu
                 tubuh  yang  hanya  dipengaruhi  oleh  suhu  lingkungan,  banyak  kura-kura  yang  menunjukkan  perilaku
                 termoregulasi kompleks dan proses fisiologis untuk mempertahankan Tbc mereka dalam kisaran yang
                 sempit, meskipun dalam batas yang ditentukan oleh lingkungan. kondisi (Paladino, O'Connor, & Spotila,
                 1990 ; Seebacher & Franklin, 2001 ; Slip & Shine, 1988 ).


                      Habitat Kura-kura (Coura amboinensis) adalah tipe habitat Semi Akuatik. Habitat semi akuatik adalah
                 tipe habitat campuran yaitu daratan (tanah) dan air. Kura-kura menyukai dua tipe habitat tersebut yaitu
                 daratan  (tanah)  dan  air.  Di  habitatnya,  kura-kura  ini  tinggal  di  dekat  air  dengan  berlindung  pada
                 rerumputan atau tanaman semak dan belukar atau tumbuhan yang ada didekat air kolam. Tipe habitat
                 semi akuatik ini memiliki suhu yang cukup lembab karena berada di daratan (tanah) yang rerumputan,
                 ditumbuhi tanaman semak dan belukar, dedaunan pohon yang jatuh ke tanah, dan dekat dengan air
                 sehingga tanahnya juga cukup lembab hal ini sangat cocok bagi kura-kura untuk hidup dan berkembang
                 biak. Habitat semi akuatik ini tergolong salah satunya adalah sawah. Di sawah terdapat tanah berlumpur
                 yang mana tanah tersebut ditumbuhi tanaman persawahan seperti padi dan juga terdapat hewan-hewan
                 kecil seperti cacing, siput, jangkrik. Hal ini juga yang menjadi ciri khas dari habitat atau tempat hidup kura-
                 kura.


                      Proses kura-kura berkembang biak seperti halnya satwa lainnnya yaitu sang jantan lebih banyak
                 melakukan gerak-gerik dengan tujuan menarik perhatian sang betina. Menurut pengamatan, kura-kura
                 jantan biasanya hanya berdiam diri di suatu tempat yang tenang dan bahkan lebih sering istirahat(siang)
                 atau tidur(malam). Namun, ketika musim kawin tiba perilaku kura-kura jantan menjadi lebih agresif atau
                 aktif dari biasanya. Kura-kura jantan menjadi tidak tenang dan lebih sering berjalan-jalan di sekitar wilayah
                 teritorinya.  Perilaku  berjalan-  jalan  kura-kura  jantan  ialah  dengan  berjalan-jalan  mengikuti  kura-kura
                 betina, kemudian kura-kura jantan mengeluarkan kepala dan lehernya untuk mencium bagian ekor kura-
                 kura betina, bahkan sampai kepala kura-kura jantan  masuk ke bagian bawah plastron dari kura-kura
                 betina.


                      Perilaku lain kura-kura jantan dalam masa kawin ialah ekor dari kura-kura jantan bergerakgerak ketika
                 berjalan untuk menarik perhatian kura-kura betina agar mau mengikutinya. Selain itu ada juga perilaku
                 seperti badan bagian belakang kura-kura jantan terangkat, ekornya keluar cukup panjang cairan, dan
                 jalannya menjadi cepat dari biasanya. Hal tersebut dilakukan untuk menarik perhatian dari kura-kura
                 betina. Selama masa kawin kura-kura jantan akan melakukan hal tersebut sampai ada kura-kura betina
                 yang merasa tertarik dan mulai mengikuti kurakura jantan.



                                                                                                            37
   36   37   38   39   40   41   42   43   44