Page 37 - Kumpulan jurnal Pengamatan Kura-kura Kelas A
P. 37
dapat dijadikan ciri identifikasi jenis pada kura-kura. Penelitian Keanekaragaman Jenis Reptil dan Biologi
Cyrtodactylus cf fumosus, di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan LampungBengkulu tahun 2006 ini
menyatakan bahwa, Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara yang memiliki kekayaan jenis
reptil paling tinggi di dunia, lebih dari 600 jenis reptil terdapat di Indonesia. Tingkat keanekaragaman hayati
yang tinggi ini menyebabkan Indonesia memiliki endemisitas jenis fauna yang sangat tinggi bahkan untuk
beberapa kelompok seperti burung, mamalia dan reptil memiliki endemisitas tertinggi di dunia. Reptil
merupakan salah satu fauna yang banyak terdapat di wilayah Bengkulu, salah satunya adalah kura-kura (Sari
et all., 2021).
Secara umum kebanyakan orang hanya mengetahui kura-kura tanpa tahu jenisnya. Agar masyarakat dapat
membedakan jenis kura-kura dengan tepat, maka perlu adanya pengenalan terhadap kura-kura yaitu dengan
cara mengidentifikasi jenis kura-kura yang ada. Jenis kura-kura yang ada di Sumatera sebanyak 16 jenis, dan
untuk di Bengkulu terdapat 10 jenis kura-kura. Dalam penelitian ini jenis kura-kura yang akan diidentifikasi
terdapat 7 jenis kura-kura yang berbeda yaitu kura-kura nanas/ duri/ matahari ((heosemys spinosa), kura-
kura garis hitam (cyclemys odhamil), kura-kura patah dada/ batok (coura amboinensis), kura- kura beiyogo/
tempurung datar (notochelys platynota), kura-kura baning cokelat (manouria emys), kura-kura pipi putih
(siebenrockiella crassiocollis), dan kura-kura biuku/ gading (ortilia borneensis) (Sari et all., 2021).
Secara umum, kura-kura dapat dibagi menjadi dua, terdiri dari kelompok Cryptodira yaitu dapat
memasukkan kepala di dalam perisai (karapas) dan Pleurodira berupa kepala dan leher hanya dibelokkan ke
bagian samping jika bersembunyi (Maryani et al., 2018). Jumlah spesies kura-kura di berbagai dunia,
setidaknya hingga 260 spesies dari 14 familia. Sementara itu, di Indonesia sekitar 45 spesies dari 7 familia
(Putri, 2013). Salah satu kura-kura yang mempunyai persebaran luas dan hampir ditemukan di seluruh
penjuru Indonesia adalah Cuora amboinensis atau dikenal sebagai kura – kura ambon yang hidup di air tawar
dengan ordo Testudines famili Geoemydidae (Diba et al., 2022; Martin & Bateson, 1993). Dinamakannya kura-
kura ambon, disebabkan daerah penyebarannya merujuk pada salah satu wilayah yaitu pulau Ambon di
Maluku. Meskipun demikian, kura-kura ambon juga disebut kuya batok ataupun kura- kura batok (Hejo,
2021).
Kura-kura memiliki peran penting dalam ekosistem darat maupun perairan, dimulai dari penyebaran benih
sampai siklus mineral serta penyimpanan. Namun, saat ini populasi kura-kura kian menurun selama
bertahun-tahun. Dinyatakan dalam Widagti, (2011), bahwa Cuora amboinensis telah diekspor ke berbagai
negara pengimpor hingga mencapai >5.000 ton/tahun serta kurang lebih 1 juta individu. Cuora amboinensis
seringkali dimanfaatkan untuk bahan makanan dan obat-obatan tradisional, juga dijadikan satwa peliharaan.
Jika hal tersebut dilakukan berulang kali dalam jangka waktu yang lama, akan berpengaruh negatif pada
populasi C. amboinensis. Hal ini kerap kali terjadinya laju kepunahan pada kura-kura tersebut (yuliana et all.,
2023).
Cuora amboinensis atau biasa disebut kura-kura batok merupakan binatang semiakuatik yang berasal dari
kelas Reptilia. Sebagaimana hewan semiakuatik maka kura-kura batok dapat beraktivitas di darat maupun
perairan untuk berbagai proses seperti mencari makan, bereproduksi, maupun beristirahat. Ancaman
terhadap Cuora amboinensis berasal dari predator alami dan manusia yang mengonsumsi kura-kura batok.
permintaan ekspor dengan yang menarik menyebabkan kura-kura batok banyak dicari untuk
diperdagangkan. Oleh karena itu diperlukan upaya perlindungan untuk mengestimasi kesetimbangan antara
ketersediaan kura-kura batok di alam dan volume yang diperdagangkan Akan tetapi informasi terkait status
populasi kura-kura batok di suatu wilayah masih tersedia sehingga hadirnya buku ini diharapkan dapat
memberi informasi awal mengenai kura-kura batok khususnya di pulau Sulawesi (Diba et all., 2022)
Habitat kura-kura (Coura amboinensis amboinensis) adalah tipe habitat Semi Akuatik. Habitat semi
akuatik adalah tipe habitat campuran yaitu daratan (tanah) dan air. Kura-kura coura menyukai dua (2) tipe
habitat tersebut yaitu daratan (tanah) dan air. Di habitatnya, Kura-kura coura ini tinggal di dekat sungai dan
atau sawah dengan berlindung pada rerumputan atau tanaman semak dan belukar atau tumbuhan yang ada
di sepanjang sungai. Tipe habitat semi akuatik ini memiliki suhu yang cukup lembab karena berada di daratan
(tanah) yang rerumputan, ditumbuhi tanaman semak dan belukar, dedaunan pohon yang jatuh ke tanah, dan
dekat dengan sungai sehingga tanahnya juga cukup lembab sehingga sangat cocok bagi Kura-kura coura untuk
hidup dan berkembang biak. Habitat semi akuatik ini tergolong salah satunya adalah sawah. Di sawah
terdapat tanah berlumpur yang mana tanah tersebut ditumbuhi tanaman persawahan seperti padi, sayur-
sayuran (kangkung), dan juga terdapat hewan- hewan kecil seperti cacing, siput, jangkrik. Hal ini juga yang
menjadi ciri khas dari habitat atau tempat hidup Kura-kura coura amboinensis (apriyani et all., 2015).
Perilaku harian kurakura terbagi menjadi 6 yaitu : (a) Perilaku makan, dapat diketahui waktu makan bagi
kura-kura ialah pada pagi hari ketika matahari terbit 07.00 atau 07.30 WIT saat bangun dari waktu tidur.
33