Page 118 - Nanos Gigantos Humeris Insidentes
P. 118
lebih berkelanjutan seiring dengan stabilitas politik hanya dapat
terpenuhi melalui sebuah proses penguatan masyarakat dengan
seksama dan devolusi kekuasaan dari pusat ke tingkat lokal, dan
sejumlah kewenangan, kebijakan, dan pengaturan dialihkan
ke badan-badan lokal yang bertanggungjawab dan mampu
mendekatkan pengambilan keputusan, formulasi kebijakan,
ketetapan-ketetapan kepada rakyat (Antlov 2004).
Saya menempatkan karya-karya Vedi Hadiz yang menganut
perspektif Structural Marxist, dalam perbincangan dengan karya-
karya kaum neo-institusionalist seperti direpresentasikan oleh
Bank Dunia (Hadiz 2004a; Hadiz 2004b). Hadiz menempatkan
konsekuensi desentralisasi sebagai pokok perdebatannya dengan
“literatur-literatur neo-institusionalist”, yang merupakan aliran
pemikiran sejumlah besar orang dalam organisasi-organisasi
pembangunan seperti Bank Dunia dan badan dana bantuan
Amerika Serikat, USAID” (Hadiz 2004a:698).
Berbeda dengan pandangan kaum Neo-institusionalist dan
variannya dari eksponen ‘masyarakat sipil’, Hadiz menegaskan
bahwa pengalaman kebijakan desentralisasi di Indonesia
hanya sedikit mampu mencapai apa yang diyakini para
pembaharu tata pemerintahan. Dalam kenyataannya,
desentralisasi itu telah berfungsi melayani perkembangan
dari apa yang diistilahkannya dengan “newly decentralized, predatory
networks of patronage” (Hadiz 2004a:699). Dalam bahasa sehari-
hari, mungkin maksud dari julukan ini adalah seperti yang
diungkap dalam keluhan umum bahwa “bila dahulu kita
berhadapan dengan satu Soeharto dengan kroninya, di
masa desentralisasi ini Soeharto-nya dan kroni-kroninya ada
dimana-mana.” Dalam karyanya bersama dengan Richard
Robison, Hadiz juga dengan lugas mengkritik argumentasi
Crok dan Manor (1998) dan Manor (2002), dengan
menunjukkan bahwa institusi-institusi demokrasi telah
82