Page 52 - Perspektif Agraria Kritis
P. 52
Teori, Kebijakan, dan Kajian
Kedua, diperkenalkannya beberapa istilah baru.
Dalam buku ini, diangkatnya istilah-istilah baru tersebut
dilandasi dengan melakukan pembedaan-pembedaan atas
sesuatu gejala. Dengan demikian, sekaligus menawarkan
konseptualisasi baru. Barangkali di sinilah letak kelebihan dari
buku ini. Kemampuan membeda-bedakan sesuatu itulah
“nilai lebih” dari buku ini. Landasan dasar bagi kemampuan
analisis adalah kemampuan melakukan pembedaan. Dalam
bahasa latin ada pepatah:
“Qui non bene distinquit,
Qui non bene docit.”
“Siapa tidak mampu membeda-bedakan
sesuatu, maka dia tidak mampu untuk
mengajar (menjadi-dosen).”
Beberapa contoh istilah baru yang ditawarkan dalam
buku ini antara lain adalah: “relasi teknis agraria”, “relasi sosial
agraria”, “tata pengurusan” (untuk menerjemahkan istilah
“governance”—sebab istilah “tata kelola” sebenarnya lebih
tepat sebagai terjemahan untuk istilah “management”), dan lain-
lain.
Ketiga, masalah istilah “agraria”. Sebenarnya, secara
semantik, kata “agraria” berasal dari kata “ager” yang artinya
memang tanah. Jadi tidak ada proses “penyempitan” makna.
Justru karena para pemikir ilmu-ilmu sosial yang perhatiannya
tertuju kepada berbagai hubungan (sosial, ekonomi, politik,
budaya) yang kompleks, maka justru yang terjadi adalah
“perluasan maka
mungkin istilah yang lebih tepat adalah “keagrariaan”. Yang
terjadi bukan penyempitan makna “agraria”, akan tetapi
penyempitan, bahkan penyimpangan, arti “Reforma Agraria”.
Keempat, dalam buku ini cara pandang kritis ini dite-
rapkan antara lain dalam membahas dinamika masyarakat di
li