Page 51 - Perspektif Agraria Kritis
P. 51

Perspektif Agraria Kritis




              atau  ramuan, dari  tiga  sumber utama  yaitu  Borras  (2000),
              White (1987), White (2011), dan Bernstein (2010).

                     Setiap  usaha  untuk  menawarkan  sebuah  pandangan
              baru biasanya mencakup juga konseptualisasi baru (atau pun
              rekonseptualisasi  terhadap  gejala  lama),  dan  penggunaan
              istilah-istilah baru. Demikian juga buku ini mengandung juga
              sejumlah konsep dan istilah-istilah baru.
                     Tulisan prolog ini tidak akan membahas secara terinci
              keseluruhan isi buku ini, melainkan hanya sekedar memberikan
              tanggapan  mengenai  beberapa  butir  yang  dianggap  penting,
              walaupun mungkin oleh orang lain tidak dianggap penting.

                     Pertama,   apa  yang  dimaksud   dengan  pemikiran
              kritis? Secara awam dan sederhana, ciri pokok atau sifat dari
              pemikiran kritis adalah bahwa dalam menelaah segala sesuatu
              itu  selalu  dilandasi  oleh  sikap  skeptis.  Artinya,  yang  diulas
              bukan hanya jawaban atas pertanyaan “apa”, “siapa”, “kapan”, “di



              mana”, “berapa”, tetapi  selalu disertai  dengan  pertanyaan

              “bagaimana” dan “MENGAPA”. Sebenarnya, baik         definisi



              pemikiran  kritis,  syarat-syaratnya,  dan  hambatan-hambatan
              bagi penerapannya secara lebih rinci dapat ditemukan dalam
              “Lecture Notes” oleh Ben White (2011). Salah satu definisi yang
              dikutip  dari  B.  Moore  &  R.  Parker  (2009)  adalah  (apabila
              diterjemahkan dalam bahasa Indonesia):
                     “Pemikiran  kritis  adalah  penerapan  penalaran
                     secara hati-hati di dalam menentukan apakah
                     suatu klaim itu benar.”
                     Demikian  sekilas  tentang  makna  “kritis”.  Buku  ini
              memang tidak menguraikan lebih dulu pengertian ini, tetapi
              penerapan  ciri  pokoknya  ternyata  tercermin  ketika  penulis
              buku ini membahas kasus di Aceh (Bab 7), yaitu ketika berusaha
              menjawab pertanyaan “mengapa” siklus konflik terus berulang?



                                           l
   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56