Page 13 - Seluk Beluk Masalah Agraria
P. 13
Gunawan Wiradi
yang disebutnya antara lain, adanya kesemrawutan (timpang
tindih) hukum; masalah politik tanah (dengan tuan tanah Cina
yang mendapat tanah redistribusi hasil landreform di Banten);
tanah pertanian beralih fungsi ke non-pertanian di Jawa dalam
jumlah besar; tanah terlantar; spekulasi tanah dan perkebunan
dikelola oleh birokrasi yang “cenderung bengis”. Menurut Pak
Wiradi ada banyak orang yang berpendapat bahwa kenaikan
produksi pangan lebih penting daripada reforma agraria.
Dengan banyaknya masalah agraria itu, orang bisa menjadi
pesimis.
Banyak hal yang dibahas di buku ini dan terlihat bahwa
solusi/penyelesaian masalah agraria masih maju-mundur, atau
malah lebih banyak mundur daripada majunya. Tetapi Pak
Wiradi tidak pernah pesimis atau putus asa. Dalam buku ini
beliau selalu bisa memberi solusi terhadap masalah agaria yang
rumit, karena dia dapat menjelaskan masalah agraria di Indo-
nesia dari perspektif sejarah. Dilihat dari sudut sejarah keli-
hatan telah banyak yang dicapai (mulai dengan 8 prinsip refor-
ma agaria Mohamad Hatta pada tahun 1946, penghapusan
desa perdikan, penghapusan tanah hak konversi sultan-sul-
tan dan pembagian tanah perkebunannya kepada rakyat, peng-
hapusan tanah milik tuan tanah besar [tanah partikelir], dan
UUPA yang akhirnya oleh Orda Baru bisa dianggap sebagai
produk hukum nasional dan bukan produk PKI). Dalam buku
ini, tolak ukur Pak Wiradi dalam reforma agraria yang penting
adalah “betul-betul merakyat”, tetapi perjuangan untuk hal
itu memang masih panjang.
Pada tahun 2001 Pak Wiradi mengatakan kepada saya
bawa Indonesia adalah negara agraris, tetapi ironisnya tidak
xii