Page 33 - Seluk Beluk Masalah Agraria
P. 33

Gunawan Wiradi


            yang timpang ini, dengan memerikan akar-akarnya pada masa
            kolonial, hasil perundingan KMB, sampai pada titik balik
            kebijakan pada masa Orde Baru. Lebih dari itu, GWR juga me-
            nunjukkan keterkaitannya yang rumit dengan konstelasi di
            tingkat global, yakni terkait dengan arus neo-liberal dari rezim
            pasar bebas yang dominan saat ini, yang terus menerus ber-
            upaya menggerus kekuasaan negara dan memaksakan tanah
            sebagai “komoditas”.
                Dihadapkan pada semua masalah dan tantangan yang
            pelik semacam di atas, GWR mengajukan imperative theo-
            rem bahwa reforma agraria sebagai landasan pembangunan
            justru semakin menjadi keniscayaan (imperative) di tengah-
            tengah berbagai masalah dan situasi krisis yang dihadapi
            bangsa Indonesia dewasa ini. “Proses konsentrasi dan marjina-
            lisasi yang berjalan paralel” seperti dikemukakan di atas, yang
            semakin brutal di era rezim pasar bebas dewasa ini, justru telah

            “membuat reforma agraria sekaligus menjadi lebih sulit dila-
            kukan, dan semakin harus dilakukan!” . Dalam kaitan inilah
                                               4
            GWR menyeru agar rumitnya masalah agraria tersebut justru
            harus membuat bangsa ini kembali menginsyafi cita-cita luhur
            kebangsaan yang diletakkan oleh para pendiri republik ini;
            dan sekaligus untuk tidak mudah menyerah serta bersedia du-
            duk bersama untuk merencanakan dan menjalankan reforma
            agraria ini secara sungguh-sungguh. Sebab, dalam pengertian
            dan semangat dasarnya, reforma agraria bukan semata-mata



            4   Benjamin White dan Gunawan Wiradi (eds), Reforma Agraria dalam
             Tinjauan Komparatif: Hasil Lokakarya Kebijakan Reforma Agraria di
             Selabintana. Bogor: Brighten Press, 2009, hlm. xiii.

            xxxii
   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37   38