Page 5 - Tasya Julianti 2305135712 Draft Final Buku Saku
P. 5
Selanjutnya, pendidikan juga tidak akan dan tidak pernah terjadi di dalam kehampaan
sosial (social vacuum). Artinya, pendidikan tidak akan terjadi tanpa ada interaksi antar
individu. Namun, oleh karena pendidikan membawa misi normatif maka keluasan interaksi itu
dibatasi oleh tata nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam sejarah masa
lampau terutama peradaban Yunani dan Romawi, pendidikan formal hanya dimanfaatkan oleh
kalangan terbatas, yakni golongan elit yang berkuasa dan anggota kelompok agama. Namun
dengan adanya revolusi industri, selain menghasilkan inovasi secara radikal ia juga mengubah
struktus sosial masyarakat.
Pendidikan telah mengidentiifikasi nilai-nilai yang harus dimili oleh setiap pegawai (input
values), nilai-nilai dalam melakukan pekerjaan (process values) serta nilai-nilai yang akan
ditangkap oleh pemangku kepentingan (stakeholders) pendidikan antara lain Pemerintah, DPR,
Pegawai, donatur, dan masyarakat. Di Indonesia sendiri, pemerintah melalui Intruksi Presiden
Nomor 5 Tahun 2006, tentang Penuntasan Wajib Belajar Dikdas 9 Tahun dan pemberantasan
buta aksara, sangat berharap dalam implementasinya nanti mempunyai dampak yang bisa
membawa perubahan dan perkembangan pendidikan di Indonesia.
B. Hubungan Pendidikan dengan Human Capital
Kajian ekonomi terhadap pendidikan menjadi suatu yang cukup menarik dikalangan ahli
ekonomi semenjak tahun 1960-an. Pendidikan sebagai suatu bentuk investasi dalam SDM
dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan ekonomi. Banyak ahli ekonomi klasik
menjadikan rujukan tentang SDM dalam pertumbuhan ekonomi. Adam Smith menekankan
peranan pendidikan seperti yang dilakukan Alfred Marshall yang menilai pendidikan sebagai
invetasi nasional (national investment). Para ahli ekonomi menempatkan konsep tentang
modal dalam dimensi lain tentang investasi SDM (investment in human capital).
Human capital memiliki fungsi untuk
merancang strategi yang bertujuan
membangun engagement, meningkatkan
loyalitas staf, dan menurunkan tingkat
turnover. Human capital menjalankan
fungsi demikian karena akan terjadi
kerugian yang relatif besar jika aset dan
investasi yang telah ditanam organisasi
tidak bisa berkembang. Staf dinilai dari
pertumbuhannya, kontribusi yang
diberikan, serta peningkatan keahlian yang
secara langsung dapat membuat perubahan dan mendorong perkembangan perusahaan. Mudah
dipahami bahwa human capital akan berfokus pada pengembangan staf yang dimiliki, semata-
mata demi kebaikan perusahaan.
Di sekolah terdapat Guru Penggerak (GP) bisa mendukung tumbuh-kembang murid secara
holistik sehingga menjadi Pelajar Pancasila, menjadi pelatih atau bisa menjadi mentor bagi
guru lainnya untuk pembelajaran yang berpusat pada murid, serta menjadi teladan dan agen
transformasi bagi ekosistem pendidikan. Mendikbud menambahkan bahwa arah program GP
berfokus pada pedagogi, serta berpusat pada murid dan pengembangan holistik, pelatihan yang
menekankan pada kepemimpinan instruksional melalui on-the-job coaching, pendekatan
formatif dan berbasis pengembangan, serta kolaboratif dengan pendekatan sekolah
5