Page 136 - Tata Kelola Pemilu di Indonesia
P. 136

D. Prinsip dan Kode Etik Penyelenggara Pemilu


           Prinsip Penyelenggara Pemilu merujuk pada seperangkat sistem nilai yang
           dikehendaki  undang-undang  dan  mengikat  penyelenggara  pemilu  untuk
           menghasilkan penyelenggara pemilu yang berintegritas. Mengingat tugas
           utama penyelenggara pemilu adalah memastikan konversi suara menjadi
           kursi dilakukan secara kredibel, maka penyelenggara pemilu harus bekerja
           berpedoman  pada  sistem  nilai  atau  yang  disebut  dengan  prinsip
           penyelenggara  pemilu.  International  IDEA  merumuskan  ada  7  prinsip
           penyelenggara pemilu yang berlaku universal (Wall, et al. 2016) yaitu:

           1.  Independen:  secara  terminologi  dimaknai  sebagai  suatu  posisi  atau
              keadaan tidak terkait dengan pihak manapun. Dalam konteks pemilu istilah
              independensi merujuk pada dua konsep yakni ‘independensi struktural’ dari
              pemerintah  (sebagaimana  dimiliki  oleh  model  penyelenggaraan
              Independen) dan ‘independensi sikap’ yang diharapkan dimiliki oleh semua
              LPP. Terlepas dari model penyelenggaraan apapun yang dipakai, di mana
              LPP  tidak  bertekuk  lutut  terhadap  tekanan  pemerintah,  politisi,  serta
              pengaruh-pengaruh partisan lainnya dalam mengambil keputusan menjadi
              keharusan bagi penyelenggara untuk bersikap dan bertindak independen
              dalam menyelenggarakan pemilu. Independen ditunjukan dari kemampuan
              penyelenggara untuk bebas dari kepentingan dan tekanan politik manapun.

           2.  Imparsialitas:  Terlepas  dari  model  penyelenggaraan  macam  apa  yang
              dipakai dan sumber akuntabilitas apa yang dimiliki, lembaga penyelenggara
              pemilu harus memperlakukan semua peserta pemilu secara merata, adil
              dan setara, tanpa sedikitpun memberikan keuntungan kelompok-kelompok
              tertentu. Kehadiran sikap imparsialitas dapat disebabkan oleh dua faktor:
              kerangka hukum yang tersedia dan struktur kelembagaan penyelenggara
              pemilu.

           3.  Integritas:  Secara  terminologi  integritas  dimaknai  sebagai  sifat,  atau
              keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi
              dan  kemampuan  yang  memancarkan  kewibawaan  atau  kejujuran.
              Penyelenggara pemilu dituntut untuk memiliki kepribadian dan komitmen
              yang  kuat  untuk  melaksanakan  tugas  dan  kewenangannya  guna
              mengendalikan  semua  proses  pemilu  sesuai  aturan  dan  norma-norma
              hukum yang berlaku





    120     BAB 4 – KELEMBAGAAN PENYELENGARA PEMILU
   131   132   133   134   135   136   137   138   139   140   141