Page 21 - E-MODUL PENDIDIKAN SEJARAH AGRESI MILITER BELANDA II DI LAMPUNG
P. 21

selanjutnya menjadi Provinsi Sumatera dengan sepuluh karesidenan yaitu: Karesidenan Aceh,
               Karesidenan  Sumatera  Timur,  Karesidenan  Tapanuli,  Karesidenan  Sumatera  Barat,
               Karesidenan Riau, Karesidenan Jambi, Karesidenan Bengkulu, Karesidenan Lampung dan
               Karesidenan Bangka-Belitung. Pada saat itu Karesidenan Lampung dipimpin oleh Residen
               Mr. Abbas. Diawali pada tanggal 9 September 1946 mereka menempelkan famlet-famlet di
               Kota Tanjung Karang dan Teluk Betung mereka menuntut agar 15 orang pejabat yang duduk
               dalam pemerintahan Karesidenan Lampung pada waktu itu diberhentikan karena nilai tidak
               cukup, tidak adil dalam menjalankan pemerintahan (Muhammad Agung Sujadi, M. Basri, &
               Suparman Arif, 2005).

               Usaha pendaulatan  tersebut berhasil, kemudian Residen Lampung dijabat  oleh Dr. Barel
               Munir, akan tetapi ia mengundurkan diri tanggal 29 November 1947 dan sebagai gantinya
               Rukadi yang menjabat sebagai Residen Lampung. Lampung harus menghadapi kenyataan
               pada saat terjadi Agresi Militer Belanda II,dimulai tanggal1 Januari 1949, Belanda masuk ke
               Teluk Lampung melalui Kalianda menuju Pelabuhan Panjang. Pukul 05.00 pagi, kapal perang
               Belanda mulai menembaki Pelabuhan Panjang. Tetapi karena perlawanan dari pihak tentara
               kita  di  Panjang,  setelah  jam  06.00  pagi  mereka  dapat  mendarat  di  Pantai  luar  Pelabuhan
               Panjang dan di Pantai sekitar Gunung Kunyit Teluk betung (Pratama Lian, Iskandar Syah, &
               M. Basri, 2013).

               Belanda melanggar Perjanjian Renville dan melaksanakan Agresi Militer ke II pada tanggal
               19 Desember 1948, dengan menduduki Yogyakarta dan menawan beberapa pemimpin negara
               Republik Indonesia. Jenderal Sudirman mengeluarkan Perintah Diklat No. 1/PB/D/48. Pada
               tanggal  20 Desember 1948 Lampung sudah menerima  berita  bahwa Yogyakarta  berhasil
               diduduki oleh Belanda. Lalu diadakan rapat di Lebak budi yang dihadiri oleh Komandan STL
               Kolonel Syamaun Gaharu, Wan Abdul Rahman, Mr. Gele Harun, Residen Rukadi, Kombes
               Polisi Cik Agus dan Kapten Alamsjah. Keputusan yang didapat dari rapat tersebut terkait
               perjuangan mempertahankan Republik Indonesia dan berdasarkan Perintah Kilat Panglima
               Besar Jenderal Sudirman (Hutama Restra, Wakidi, & Suparman Arif, 2014).

               Tanjung Karang merupakan pusat pemerintahan di Lampung. Setelah Tanjung Karang berada
               di bawah kekuasaan Belanda, maka dalam waktu singkat wilayah-wilayah sekitar Tanjung
               Karang berhasil dikuasai. Kemudian, Belanda melanjutkan pergerakan ke Gedongtataan dan
               Metro. Belanda menguasai Kawedanan Gedongtataan pada tanggal 15 Januari 1949 melalui
               Desa Branti,  menuju  ke Desa Pejambon, hingga  ke Desa Halangan  Ratu.  Pasukan  TNI
               mundur  ke  Gadingrejo,  kemudian  melaksanakan  konsolidasi  untuk  menyerang  Belanda.
               Kapten Ismail Husin, Letnan I Abdulhak, Letnan I Alamsyah,Pasukan CPM dan ALRI yang
               dipimpin oleh Letnan I Suranto, serta laskar rakyat yang dipimpin oleh K.H. Gholib berperang
               untuk merebut Gedongtatan dan berhasil mengalahkan Belanda (Hutama Restra, Wakidi, &
               Suparman Arif, 2014).













                                                                                                             12
   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26