Page 19 - e-modul bab 5 PAI
P. 19
Dan dari Ali RA bahwa Rasulullah SAW melarang kawin mut’ah
pada waktu perang Khaibar dan melarang makan daging keledai
piraan.
c. Umar RA mengharamkan kawin mut’ah pada masa beliau
menjadi khalifah dan dibenarkan oleh para sahabat RA.
Padahal mereka tidak mungkin membenarkan kesalahan.
d. Al-Khattab menyatakan keharaman mut’ah berdasarkan ijma‟
(kesepakatan ulama), kecuali dari sebagian golongan Syiah.
e. Karena mut’ah dilakukan untuk melampiaskan syahwat dan
tidak untuk menghasilkan keturunan maupun memelihara anak
yang merupakan tujuan dasar dalam perkawinan, maka kawin
mut’ah menyerupai zina dari segi tujuan bersenang-senang saja.
3. Pernikahan Beda Agama
Wanita Muslim tidak halal kawin dengan laki-laki bukan
Muslim, baik ia seorang musyrik, Hindu, ahli Kitab (Nasrani,
Yahudi), atau beragama lainnya. Karena orang lelaki mempunyai hak
kepemimpinan bagi istrinya dan istri wajib taat kepadanya, maka
tidak boleh orang kafir atau musyrik menjadi pemimpin dan
menguasai wanita muslimah (Al-Jamal 1999:265).
Ash-Shabuni (2008:113) menyatakan haramnya seorang laki-
laki menikahi wanita non-muslim berdasarkan Firman Allah SWT “
Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan
perempuan-perempuan kafir” itu menunjukkan diharamkannya
menikah dengan perempuan kafir/musyrik. Ayat tersebut sama
dengan ayat:
ؤ ت ش ا ا
“Janganlah kamu menikah dengan perempuan-perempuan musyrik, kecuali
mereka telah beriman” (QS. al-Baqarah:221).
18