Page 11 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 11

TIGA CATATAN KRITIS UNTUK OMNIBUS LAW UU CIPTA KERJA

              DPR  dan  Pemerintahan  Joko  Widodo  kembali  mengesahkan  undang-undang  yang  menuai
              kontroversi. Terbaru, pada Senin (5/10/2020), DPR dan pemerintah mengesahkan omnibus law
              Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, UU baru yang banyak mendapat sorotan dan kritikan publik.

              Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti memberikan sejumlah catatan kritis soal UU Cipta Kerja
              tersebut.

              Pertama, menurut dia, dari segi metode, omnibus law membuat publik cenderung lebih sulit
              memahami apa yang sebenarnya diatur secara konkret diatur dalam undang-undang itu.

              "Misalnya soal ketenagakerjaan. Kita enggak tahu kalau ini bahaya, hanya karena UU Cipta Kerja
              bilang  beberapa  poin  dalam  Pasal  59  dihapus,"  kata  Bivitri  kepada  Kompas.com,  Selasa
              (6/10/2020).
              "Metode omnibus law ini membuat ada sekitar 70-an UU yang diatur dengan cara seperti itu.
              Jadi, secara prinsipil dia menyembunyikan hal-hal yang penting," lanjut dia.

              Kedua, Bivitri menganggap UU Cipta Kerja menyembunyikan isu sebenarnya dari undang-undang
              itu, sehingga publik akan berprasangka penciptaan lapangan kerja dan perburuhan.

              Padahal, isi dari UU tersebut adalah kemudahan berusaha dengan asumsi akan mengundang
              investor masuk ke Indonesia.

              Jika investor masuk Indonesia, diasumsikan bahwa lapangan kerja akan tercipta.

              "Sehingga UU ini menyembunyikan aslinya bahwa dia memberikan karpet merah kepada investor
              dengan mengorbankan hak asasi manusia, salah satunya hak buruh dan hak atas lingkungan
              hidup yang sehat," kata Bivitri.

              Ketiga, proses pembentukan UU Cipta Kerja, menurut Bivitri, inkonstitusional dan melanggar
              prinsip demokrasi yang substantif.

              Menurut dia, fakta bahwa penolakan permintaan Fraksi Partai Demokrat dan PKS agar dilakukan
              voting oleh pimpinan sidang menggambarkan praktik demokrasi yang keliru.
              Selain itu, proses pembentukan UU Cipta Kerja jauh dari transparan.

              "Kita  tahu  proses  pembentukan  UU  itu  kan  perencanaan,  penyusunan,  pembahasan,
              pengesahan, dan pengundangan. Di semua tahapan sampai pembahasan harusnya trasparan,
              menurut UU 12 Tahun 2011," tutur dia.

              "Kenyataannya kan tidak begitu. Penyusunannya tidak ada partisipasi apa pun, bahkan RUU-nya
              ditutup, wartawan juga tidak bisa dapat. Baru februari 2020 ketika pembahasan dimulai, itu
              dibuka," lanjut Bivitri.

              Selain  itu,  Bivitri  menilai,  pemerintah  telah  mengelabui  rakyat  dengan  mempercepat  sidang
              paripurna yang sebelumnya dijadwalkan pada 8 Oktober 2020.

              "Kita juga ditipu, dibilang tanggal 8 Oktober mau paripurna, ternyata kemarin sudah. Hari Sabtu
              malam-malam juga sudah disetujui tingkat I. ini secara substantif salah," kata dia.







                                                           10
   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16