Page 36 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 36
Beri Ruang
Pengamat Ekonomi Unhas, Andi Nur Bau Masse-pe mengatakan, dari kaca matakeilmuannya,
omnibus law akan mengintegrasikan aturan-aturan dalam satu kesatuan. Esensinya adalah
pengaturan payung hukum lintas sektoral.
Dahulu ada beberapa payung hukum yang bertentangan satu sama lain. Nah di sinihendakdiatur
dari omni-buslaw. "Dalam konteks ekonomi dan industri omnibus law itu membantu dunia
industri agar lebih efisiensi dalam meningkat daya saing," nilainya.
Aturan akan lebih simpel. Regulasinya sederhana. Harapannya akan menciptakan ikUm usaha
yang kompetitif dan mengundang investasi luar masuk. "Harapan saya omnibus law ini memberi
ruang masing masing antara pemilik modal besar dalam hal ini korporasi dan pelaku UKM," harap
pemerhati UMKM ini.
Dalam RUU Cipta Kerja di pasal 12 telah menghapus ketentuan tentang bidang usaha yang
terbuka bagi penanaman modal dengan persyaratan. Ketentuan itu selama ini melindungi UMKM
(Usaha Mikro Kecil Menengah) dari penguasaan usaha bermodal besar.
Karena pemilik modal asing dibatasi di usaha tanaman tebu, budidaya ikan, pengrajin kayu kecil.
Akibatnya hilang bidang usaha yang khusus dicadangkan bagi UMKM.
"Dasar pemikiran pemerintah membuat aturan hukum yang terintegr asi adalah bagus. Yang
diperdebatkan adalah pasal per pasal. Ribut karena masing-masing punya kepentingan. Ada
yang mengatas namakan kelompok tertentu. Buruh, Industri, Pemilik Modal. Kalau ada yang
salah dan dirasa kurang adil maka itu harus bisa flexibel didesain ulangdan diatur untuk
meminimalisasi ketidakadilannya Apindo Senang
Sementara itu, Ketua Apindo Sulsel Latunreng menilai, pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU
menjadi angin segar untuk memulihkan ekonomi nasional yang anjlok akibat pandemi Covid-19
dari sisi investasi.
Menurutnya, RUU Omnibus Law Cipta Kerja memperbaharui UU Nomor 13 Tahun 2003 sesuai
perkembangan dunia usaha. Melihat ada beberapa hal yang terlalu longgar yang perlu diperkuat
lagi "Undang-undang 13 sudah tidakrelevanmasih dipakai, membuat investasi di Indonesia
semakin tidak tumbuh, malah semakin berkurang. Investor malah lari ke Vietnam, ke Thailand.
Disebabkan hubungan industrial kitatidakkondusif, tidaknyaman dan lainnya," nilainya.
Dijelaskannyakalaulabor cost Indonesia saat ini relatif mahal dan bahkan tidak diikuti oleh
peningkatan produktivitas. Kalau saing jika dibandingkan dengan negara berkembang lainnya.
Salah satunya biaya logistik di Indonesia yang saat ini masih di atas 23 persen dari PDB.
Sementara Vietnam hanya mencapai 20 persen dari PDB,Thailand 15persen, serta Jepang dan
Singapura masing-masing 8 persen. "Pemerintah ingin menata agar investasi tumbuh dengan
baik," pungkasnya. (*)
35